Roode Brug Soerabaia ke Mojowarno: Berkunjung Di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Dan Rumah Sakit Kristen

  • EDUKASI
Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen
Share this :

Kunjungan dalam Rangkaian Giat Roode Brug Soerabaia Telusur Jejak “Titik Nol Soekarno” di Ploso Jombang

Kunjungan Roode Brug Soerabaia di GKJW Mojowarno, Kabupaten Jombang, Provinsi Jawa Timur, merupakan rangkaian dari trip, yakni perjalanan giat telusur jejak-jejak Soekarno di “Titik Nol Soekarno” di Ploso Jombang. Meski sebenarnya tak ada kaitan langsung dengan “Titik Nol Soekarno”, namun tak ada salahnya kunjungan ini untuk menambah wawasan bagi peserta giat, Minggu (29/9/2024) siang.

GKJW Mojowarno merupakan salah satu gereja tertua di Indonesia dan memiliki peran penting dalam perkembangan Kekristenan di Jawa Timur. Gereja ini berakar pada misi zending yang dibawa oleh misionaris dari Belanda pada abad ke-19. Penyebaran Kekristenan di Jawa Timur dimulai dengan kedatangan misionaris dari Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG).

NZG adalah sebuah lembaga penginjilan dari Belanda, pada awal abad ke-19. Pada tahun 1845, seorang misionaris bernama Johannes Emde menjadi tokoh penting dalam penyebaran ajaran Kristen di daerah Surabaya dan sekitarnya. Murid-muridnya kemudian menyebar ke berbagai wilayah, termasuk Jombang.

Mengutip dari buku karya Fendy Suhartanto berjudul “Mojowarno & Komunitas Multikultural Tahun 1864-1931”, kedatangan bangsa Eropa lewat misi keagamaan cukup menarik untuk dikaji. Kehadiran mereka tidak selalu berkonotasi negatif. Mereka hadir membawa beragam manfaat yang dapat dinikmati oleh masyarakat. Baik dari aspek sosial, budaya, kesehatan, dan pendidikan.

Termasuk, kehadiran orang-orang Eropa di daerah pedalaman Jawa Timur, yakni Mojowarno. Daerah yang menjadi salah satu pusat misi keagamaan bangsa Eropa. Mojowarno pun tumbuh dan berkembang dengan beragam karakteristik sosial-budaya. Tempat bertemunya beragam kelompok sosial, seperti penduduk pribumi, bangsa Eropa, China, dan bangsa Arab.

Sebelum berdirinya Mojowarno sebagai pusat pemukiman dan komunitas Kristen, bukan berarti tidak ada orang-orang beragama Kristen di daerah ini. Di sebelah selatan Hutan Keracil, kemudian menjadi Mojowarno kini, sudah ada penganut Kristen yang menetap di tempat itu. Tepatnya di wilayah Ngoro, yang dihuni oleh Coenraad Laurens Coolen beserta pengikutnya sejak tahun 1827.

Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen

Pada tahun 12 Desember 1843 ada peristiwa pembaptisan pertama murid Coolen yaitu pak Dasimah dan Singotuno di gereja Surabaya yang mempengaruhi banyak murid Coolen yang lain termasuk Kyai Paulus Tosari dkk tertarik mengikuti jejaknya pada tahun berikutnya. Para pengikut ini diusir dan menyebar ke luar Ngoro.

Selain alasan baptis ada beberapa orang yang diusir karena kesalahan lain ( karena menipu Coolen) seperti yang dialami Ditotruno, Yakub, dan Enos-Paq-Midi. Mereka diusir dan pergi ke hutan Dagangan ( selatan Ngoro ) yang telah dihuni oleh beberapa orang dari Kertorejo dan Ngoro untuk berdukuh di sana.

Selanjutnya pada tahun 1844-1850 berdatangan teman-teman lain sesama murid Coolen yang berasal dari Sidoarjo dan membuka hutan Kracil sebelah utara hutan Dagangan (area Gereja ke utara) yang kelak menjadi desa : Mojowarno, Mojowangi, Mojoroto, Mojojejer, Mojokembang dan Mojodukuh yang masyarat seluruh desa ini dinamakan Jemaat Kristen Mojowarno mula-mula.

Para tokoh yang membuka Hutan Keracil (Mojowarno awal tahun 1844-1854), di antaranya yaitu:

Hutan Dagangan (kelak menjadi Desa Mojowarno): Ditotruno, Yakub, Enos bersama pemukim sebelumnya dari Kertorejo dan Ngoro.
Desa Dagangan berganti nama menjadi Desa Mojowarno atas usul Karolus Wiriogoena bersamaan Babad Desa Mojowangi tahun 1847.
Desa Mojowangi: Karolus Wiriogoena bersaudara (55 orang) dilanjutkan Eliasar Koento.
Desa Mojoroto: Karolus bersaudara.
Desa Mojojejer: Simeon Sëbroeng.
Desa Mojokembang: Artèman dan Gisek Simson.
Desa Mojodukuh: Natanael, Boas, Lepi dan Artèman.

Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen
Peta Mojowarno (sumber:GKJW Mojowarno)

Kemudian Paulus Tosari mengikuti jejak temannya Singotruno pergi ke Surabaya untuk mendapat pembaptisan yang dikoordinir Johannes Emde (1774-1859) pada tanggal 12 September 1844. Setelah baptis dia pindah ke Sidoarjo dan menjadi pendeta keliling Jawa Timur. Selanjutnya dia bergabung dengan teman-temannya sesama murid Coolen di jemaat Mojowarno dan menjadi pendeta Jawa pertama di sini.

Paulus Tosari berkontribusi memimpin jemaat Kristen Jawa di Mojowarno. Ia merupakan pendeta Jawa pertama dari kalangan masyarakat pribumi yang mampu mendekatkan agama Kristen dengan tradisi masyarakat lokal. Jemaat Mojowarno berdiri pada 9 Juli 1851.

Dikutip dari “Sejarah Rumah Sakit Kristen Mojowarno” yang diterbitkan oleh Panitia Peringatan 130 Tahun Rumah Sakit Kristen Mojowarno Tahun 2024, Agama Kristen masuk di kalangan rakyat pribumi Jawa Timur hampir bersamaan pada dua tempat, di Ngoro oleh Coenraad Laurens Coolen tahun 1835, dan di Surabaya, oleh Johannes Emde tahun 1836. Keduanya bukan theolog atau pendeta yang dengan sengaja datang bertugas untuk mengabarkan Injil. Hanya panggilan dan kerelaan hatinyalah mereka mengabarkan berita baik.

Coenraad Laurens Coolen adalah seorang Belanda-Indo bekas serdadu Belanda dan mantan bos-oprichter, sinder belandhong Mojoagung, yang membuka perkebunan (persawahan) di Ngoro, dan Johannes Emde seorang Jerman yang berprofesi sebagai tukang arloji di Surabaya. Perselisihan faham tentang pembaptisan antara dua orang ini menyebabkan lahirnya Mojowarno sebagai desa Kristen.

Johannes Emde berpendapat bahwa orang yang mau masuk agama Kristen harus dibaptis lebih dulu untuk menjadi orang Kristen. Dalam hal ini Johannes Emde benar karena ini merupakan syarat yang telah ditentukan dalam agama Kristen. Tetapi Coenraad Laurens Coolen tidak setuju kalau orang pribumi dibaptis jika ia masuk Kristen.

Menurut Coolen, bagi pribumi cukup mengucapkan Pengakuan Iman Rasuli saja dan tidak perlu dibaptis. Sebab jika ia dibaptis, ia akan merasa sombong dan menganggap dirinya sederajat dengan Belanda serta bertingkah seperti orang Belanda, sehingga kehilangan identitasnya sebagai orang Jawa. Alasan Coenraad Laurens Coolen itu juga bersumber pada rasa superior Belanda yang berlebih-lebihan atas orang pribumi.

Ketokohan Paulus Tosari Terkait GKJW Mojowarno 1844-1882

Dalam “Mojowarno & Komunitas Multikultural Tahun 1864-1931” (hlm. 39) menyebutkan bahwa sebelum kedatangan zending di Mojowarno pada tahun 1851, sudah ada penginjil dari kalangan masyarakat lokal. Bernama Paulus Tosari. Pada mulanya ia bernama Tosari, namun setelah dibaptis mendapatkan tambahan nama baru di depannya, yaitu Paulus.

Paulus Tosari dibaptis pada 12 September 1844 di Surabaya. Setelah baptis kelak dia bersama teman-teman yang dikenal sebelumnya bergabung di desa-desa kawasan Mojowarno.

Paulus Tosari dilahirkan pada tahun 1813, dalam lingkungan keluarga Madura di Kedungturi, Surabaya. Perjalanan hidupnya pernah menimba ilmu di pesantren. Namun, saat berkunjung ke Ngoro dan bertemu dengan C. L. Coolen, ia kemudian belajar tentang agama Kristen. Pada tahun 1844, meninggalkan Coolen dan memilih dibaptis di Surabaya oleh J. Emde.

Peristiwa itu dianggap pembangkangan oleh C. L. Coolen, karenanya Tosari tidak dapat kembali ke Ngoro. Bersama pengikutnya, Paulus Tosari ikut dalam upaya membuka hutan di sebelah utara Ngoro, yang kemudian dinamakan Mojowarno. Jaraknya sekitar kurang lebih enam kilometer dari Ngoro.

Pada awal perkembangannya, 1844-1850 -an, jemaat yang dipimpin Tosari di Mojowarno terdiri atas orang-orang Jawa. Dengan tata kebaktian yang menggunakan cara Barat, namun ia tidak meninggalkan tradisi kebudayaan Jawa dalam memimpin jemaat Kristen di Mojowarno, sehingga upaya tersebut mampu menarik perhatian banyak kalangan penduduk setempat.

Paulus Tosari memimpin jemaat tidak melarang pengikutnya untuk melaksanakan tradisi masyarakat Jawa, misalnya slametan, wayang, tembang, dan lain-lain. Dalam ajarannya, Paulus Tosari menekankan aspek ‘ilmu’ sebagai bentuk rasa syukur yang paling dalam terhadap Yesus Kristus. Hal ini yang membuat agama Kristen saat itu dapat diterima di kalangan masyarakat Jawa.

Meski berasal dari keturunan Madura, Tosari dekat dengan budaya Jawa lantaran ia telah menetap dan berinteraksi secara intens dan lama dengan orang-orang Jawa. Hal itu tampak dari karyanya bentuk tembang sekitar tahun 1872 berjudul “Serat Rasa Sejati” sebagai materi untuk pendidikan religi. Dengan mengkolaborasikan tradisi masyarakat Jawa, apa yang dilakukan oleh Tosari kemudian dikenal sebagai tradisi Kristen Kejawen.

Di bidang sosial ekonomi, Paulus Tosari berkontribusi atas berdirinya “Lumbung Miskin”. Yang ia dirikan bersama J. E. Jellesma pada tahun 1857. Lumbung ini berfungsi untuk menyimpan padi, yang digunakan untuk membantu masyarakat yang tidak mampu di Mojowarno. Termasuk membantu keberadaan sekolah dasar di Mojowarno yang pada tahun 1850-an mempunyai 100 murid.

“Lumbung Miskin” tersebut dapat juga diartikan sebagai tempat menyimpan hasil panen petani, dan dijual saat harga padi mahal, sehingga tidak sampai merugikan petani yang miskin. Upaya-upaya tersebut membuktikan bahwa Tosari juga turut membangun misi pelayanan dan pendidikan. Meski pada masa awal zending, pendidikan masih menitikberatkan pada bidang keagamaan.

Selain itu, pada saat akan mendirikan gedung gereja tahun 1879, Paulus Tosari membentuk “Lumbung Pirukunan” untuk menyimpan padi. Sebelum dijual padi sisihkan sebagian, sebagai tabungan untuk turut serta membangun gereja. Lumbung Pirukunan ini sudah dimulai sejak tahun 1871. Pada tahun 1879, sudah terkumpul sejumlah uang di bank tabungan Surabaya sebesar f 6.000 gulden.

Uang tersebut digunakan untuk membangun gereja, Gereja Mojowarno selesai dibangun dan dapat digunakan beribadah pada tahun 1881. Sebagai guru dan pemimpin jemaat Kristen di Mojowarno, Tosari banyak berkontribusi terhadap kemajuan komunitas ini. la menjadi pemimpin jemaat Kristen Mojowarno yang mendapat pengakuan dari induk organisasi zending di Belanda.

Paulus Tosari memimpin secara langsung kegiatan keagamaan di Mojowarno bekerja sama dengan misionaris J. E. Jellesma dan penggantinya bernama Johannes Kruyt. Setelah gedung gereja baru yang cukup besar selesai dibangun, setahun berikutnya Paulus Tosari meninggal dunia pada tanggal 21 Mei 1882 dan dimakamkan di Desa Mojowangi. Meninggal dunia pada usia hampir mencapai 70 tahun.

Sepeninggal Paulus Tosari, kekaryaan di Mojowarno diteruskan oleh pendeta Johannes Kruyt, dibantu para Guru Injil orang Jawa. Waktu berjalan sampai zaman pergerakan nasional, yaitu awal abad ke-20 muncul gagasan untuk mendirikan jemaat sendiri. Semangat ini dipengaruhi pula oleh gerakan para muda Indonesia yang marak muncul seperti Dudi Utomo, Indhice Partai, Syariat Islam, dsb.

Pada masa ini, jemaat Mojowarno menginginkan berdirinya Majelis Jemaat, yang dapat memilih pendetanya secara demokratis. Pada tahun 1922, dilakukan pemilihan pendeta dengan mengusung tiga calon, yaitu Arban, Wirjodarmo, dan Drijo Mestoko. Pemilihan dimenangkan oleh Drijo Mestoko yang kemudian memimpin jemaat di Mojowarno.

Pada masa kepemimpinan Drijo Mestoko dibentuk Majelis Agung pada tahun 1931. Jemaat Kristen Mojowarno kemudian membentuk Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW). Cita-cita Paulus Tosari memang tidak dapat langsung terlaksana begitu saja. Butuh waktu yang cukup lama mewujudkan itu, setelah hampir kurang lebih 50 tahun lamanya.

Kini, GKJW Mojowarno bukan hanya sebuah gereja, namun sebuah simbol perkembangan Kekristenan di Jawa Timur, yang terus berperan aktif dalam upaya pelestarian sejarah dan budaya lokal. Pun terlibat dalam berbagai kegiatan lintas agama, turut mempromosikan kerukunan dan toleransi di antara umat beragama. Perjalanan sejarahnya mencerminkan transformasi sosial dan spiritual di tengah tantangan dan perubahan zaman.

Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen

Rumah Sakit Kristen Mojowarno

Rumah Sakit Kristen Mojowarno ini semula dinamakan Zendings Ziekenhuis te Mojowarno yang didirikan pada 6 Juni 1894 sampai perang kemerdekaan Republik Indonesia dan sempat pula Rumah Sakit ini dipakai sebagai Rumah Sakit Pertahanan Surabaya di Mojowarno, karena Rumah Sakit Simpang Surabaya harus dipindahkan kegiatannya berhubung dengan masuknya tentara sekutu di kota Surabaya.

Banyaknya korban perang yang dirawat di Rumah Sakit ini, baik tentara maupun para sukarelawan tidak dapat ditemukan data datanya, karena ikut dibumihanguskan bersama sama gedung rumah sakit dan arsip-arsip lainnya pada tahun 1948, yang pada waktu itu harus mundur dari daerah Jombang. Sebagian besar peralatan kedokteran diungsikan ke daerah daerah yang masih dikuasai oleh Republik Indonesia dan dipakai untuk menolong penderita penderita korban perang.

Pada tahun 1949 Rumah Sakit ini dibangun kembali dari puing-puing yang tersisa oleh warga Greja Kristen Jawi Wetan Jemaat Mojowarno dengan dukungan moral dari para sesepuh, Majelis Jemaat, Majelis Daerah dan Majelis Agung GKJW, untuk membangun satu bangunan rumah sakit yang sederhana karena dorongan masyarakat Mojowarno dan sekitarnya ingin berobat dan dirawat di Mojowarno.

Di samping itu, juga karena warga setempat ingin menolong dan melayani di bidang kesehatan. Sejak kala itu, rumah sakit ini dinamakan Rumah Sakit Kristen Mojowarno, sebagaimana dikutip dari “Sejarah Rumah Sakit Kristen Mojowarno” yang diterbitkan oleh Panitia Peringatan 130 Tahun Rumah Sakit Kristen Mojowarno Tahun 2024.

Suatu yang masih dapat disaksikan sampai sekarang bahwa di bagian belakang atau bagian timur dari rumah sakit masih ada sisa-sisa kehancuran, dan itu dapat dikatakan sebagai suatu tanda bahwa rumah sakit ini pernah mengalami penghancuran. Biar sisa-sisa tersebut sebagai suatu Kenangan Sejarah Rumah Sakit Kristen Mojowarno dalam keikutsertaannya di waktu perang Revolusi Kemerdekaan Republik Indonesia.

Dalam perkembangan berikutnya, Rumah Sakit Kristen Mojowarno membangun diri secara bertahap dengan bantuan dari berbagai pihak. Pada tahun 1992 Rumah Sakit Kristen Mojowarno telah mempunyai Master Plan Gedung jangka wakta 20 tahun yang dibuat hasil kerjasama dengan Universitas Kristen Petra Surabaya dan Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta.

Salah satu pelaksanaan dari hasil master plan ini dibangunnya garasi dan renovasi Kamar Operasi & Radiologi. Demikian juga perihal pengadaan alat alat kedokteran, Rumah Sakit Kristen Mojowarno mendapatkan bantuan dari Pemerintah cq. Departemen Kesehatan berupa alat alat Laboratorium dan Radiologi serta kendaraan ambulance yang telah diterima pada tahun 1982.

Di samping sumbangan sarana dan peningkatan sumber daya manusia dari Gereja dan lembaga-lembaga Gereja Mitra GKJW. Dalam pengembangan program rumah sakit sangat membantu masyarakat yang membutuhkan, terutama masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi rendah. Sehingga, pelayanan kerumahsakitan dapat bermanfaat bagi semua lapisan masyarakat di daerah Mojowarno dan sekitarnya.

*

Kunjungan Roode Brug Soerabaia, baik di GKJW maupun di Rumah Sakit Kristen Mojowarno diterima oleh jajaran para pendeta dan pengurus GKJW Mojowarno. Giat yang merupakan rangkaian dari perjalanan giat telusur jejak-jejak Soekarno di “Titik Nol Soekarno” di Ploso Jombang diikuti oleh 35 anggota Roode Brug Soerabaia. Rombongan dipimping oleh Heru Widyana, turut serta mendampingi Silvi Mutiara, pembina Roode Brug Soerabaia, dan Satrio Sudarso, ketua Roode Brug Soerabaia.

Biarkan Foto Bicara
Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen

Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW)

Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen
Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen
Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen
Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen
Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen
Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen
Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen
Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen
Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen
Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen
Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen
Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen
Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen
Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen
Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen
Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen
Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen
Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen
Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen
Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen
Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen
Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen
Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen
Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen
Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen
Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen
Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen

Rumah Sakit Kristen Mojowarno

Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen
Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen
Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen
Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen
Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen
Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen
Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen
Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen
Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen
Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen
Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen
Roode Brug Soerabaia ke Mojowarno: Berkunjung Di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Dan Rumah Sakit Kristen
Roode Brug Soerabaia ke Mojowarno: Berkunjung Di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Dan Rumah Sakit Kristen
Roode Brug Soerabaia di Mojowarno: Berkunjung di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Rumah Sakit Kristen

You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *