Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun, DR. Yuyung Abdi, doktor bidang fotografi pertama di Indonesia telah tutup usia, Selasa (16/2/2021) pukul 09.00. Dunia fotografi Indonesia sontak berkabung setelah kabar meninggalnya mantan fotografer senior Jawa Pos itu. Doa dan ucapan belasungkawa membanjir dari berbagai pengguna media sosial, baik WhatsApp, Instagram, dan Facebook, di samping dari kalangan wartawan dan media.
Saya bertemu terakhir dengan beliau pada 19 November 2019, saat kami motret bareng bersama teman-teman fotografer Humas Pemkot Surabaya untuk mendokumentasi bunga tabebuya yang sedang bermekaran di berbagai wilayah Kota Surabaya. Saat itu Dr. Yuyung sebagai Leader Team yang memberikan arahan untuk mendokumentasi bunga tabebuya saat pagi hari, dan pada saat senja.

Sejak saya menggeluti hobi fotografi, Yuyung Abdi adalah salah satu pewarta foto yang jadi idola saya. Melalui karya foto jurnalisnya di Jawa Pos banyak memberikan inspirasi bagi para pehobi fotografi. Foto tidak hanya sekadar sebuah gambar, namun foto adalah sebuah cerita, dan banyaknya cerita sebanyak mata orang yang melihatnya. Sebagaimana sebuah idiom dalam bahasa Inggris, “A picture is worth a thousand words”, yakni “Sebuah gambar memiliki makna ribuan kata”.
“Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Semoga Mas Yuyung Abdi, semoga husnul khatimah. Diterima semua amal dan diampuni semua khilaf salahmu, serta mendapat tempat yang Mulia di sisi Allah SWT. Semoga tabah, sabar, dan ikhlas bagi keluarga besar yang ditinggalkan. Aamiin….”

Sebagai salah satu yang mengidolakan sosok Yuyung Abdi, saya sempat mengoleksi lima buku karyanya, yakni yang berjudul Lensa Manusia (2004), Photography from My Eyes (2012), Traveling Photography – Best Spot (2013), Bee Jay Bakau Resort – Mengubah Sampah Jadi Emas (2019), dan Prostitusi – Kisah 60 daerah di Indonesia (2019).
Dari dua buku, “Bee Jay Bakau Resort – Mengubah Sampah Jadi Emas (2019), dan Prostitusi – Kisah 60 daerah di Indonesia (2019)” itu mengingatkan kembali saat saya membelinya langsung ketika saya ‘nunut’ numpang mobilnya bertiga dengan isterinya sebagai driver, keliling ke beberapa wilayah Surabaya untuk motret bareng bunga tabebuya yang sedang bermekaran.
“Engkau akan dikenang karena karya-karyamu. Meski kini engkau telah menghadap Sang Pencipta, namun karya-karyamu tak akan hilang dari sejarah,”
