Tak Goyah di Jalan Hidup Meski Terjal: Ketika Kejujuran Tetap Jadi Pilihan Hidup

Tak Goyah di Jalan Hidup Meski Terjal: Ketika Kejujuran Tetap Jadi Pilihan Hidup
Share this :

Terinspirasi dari unggahan berjudul “Tentang Kejujuran” di akun facebook Ady Setyawan, Jumat (9/5/2025) bahwa kenalannya seorang siswa SMA kehilangan handphone, panik, lalu mencoba menelepon nomornya. Tak disangka, diangkat oleh pria berlogat Madura, menjawab dengan sopan, mengatakan handphone itu ada padanya. Ia tak bisa mengantar karena anaknya sedang demam.

Mereka akhirnya bertemu di sebuah kamar kost sederhana. Bukan hanya handphone yang dikembalikan, tetapi juga uang Rp200 ribu yang terselip di dalam casing. Ketika pemilik hendak memberi uang terima kasih, pria itu menolak dengan halus. “Orang kehilangan handphone itu musibah, Mas. Tak pantas saya menerima uangnya,” katanya sambil menyuapi anak bungsunya.

Ia seorang ayah tunggal, istrinya wafat dua tahun lalu. Pendidikan terakhirnya SMP karena orangtuanya begitu miskin, bekerja serabutan di EO, namun hidupnya dijalani dengan penuh tanggung jawab. Saat Ady Setyawan bertanya mengapa mengembalikan handphone itu, justru jawabannya sederhana namun sangat dalam maknanya.

“Sebagaimana ayah dulu mengajarkan saya untuk jadi orang jujur, soal handphone itupun cara saya mengajarkan ke anak untuk jadi orang jujur, sesulit apapun hidup. Anak saya yang melihat handphone itu tergeletak di jalan, Mas,” pungkas pria berasal dari Kalisat, Jember.

*

Kisah sederhana namun kaya makna yang diceritakan Ady Setyawan ini adalah cermin dari realitas yang acapkali luput dari perhatian. Di tengah derasnya arus kehidupan modern yang kerap menuntut orang untuk bertindak serba cepat dan serba instan, nilai-nilai kejujuran seolah menjadi barang langka. Banyak yang terjebak dalam godaan jalan pintas: menghalalkan segala cara demi mewujudkan keinginan diri, dan mengorbankan integritas.

Namun, di sisi lain masih ada sosok-sosok luar biasa yang memilih tetap berjalan di jalur kejujuran. Yang menarik, mereka yang teguh menjaga kejujuran justru banyak berasal dari lapisan masyarakat yang hidup dalam kesederhanaan. Orang-orang yang tidak dimanja oleh kelimpahan harta, fasilitas, maupun koneksitas, justru terkadang hidup dalam keterbatasan ekonomi.

Bukan karena mereka tak pernah memiliki kesempatan untuk berbuat curang, melainkan karena dalam diri mereka telah tertanam nilai luhur sejak kecil, nilai yang mengakar kuat dalam keseharian. Kejujuran bagi mereka bukan sekadar etika sosial, melainkan napas kehidupan.
Nilai kejujuran mereka peroleh itu tidak hadir secara tiba-tiba.

Mereka adalah hasil dari proses panjang dalam keluarga yang mengutamakan ajaran moral, baik yang bersumber dari agama, adat, maupun norma sosial. Dalam keluarga semacam ini, harga diri lebih utama daripada gengsi. Mereka diajarkan bahwa makan dari hasil keringat sendiri jauh lebih menenangkan hati daripada menikmati kemewahan yang diperoleh dengan cara culas.

Keluarga semacam ini tak selalu memiliki rumah megah atau pundi-pundi di bank, namun mereka menyimpan kekayaan batin berupa warisan nilai. Nilai yang mengajarkan bahwa kebohongan adalah utang moral, dan kejujuran adalah warisan paling mulia. Mereka tumbuh dalam suasana integritas menjadi bagian dari jati diri, bukan sekadar pilihan dalam kondisi tertentu.

Dalam kehidupan yang penuh liku, ketika kenyataan tidak selalu ramah dan penderitaan datang bertubi-tubi, mereka tetap memegang prinsip hidup bersih. Kejujuran telah menjadi suluh yang menuntun langkah, pelita yang tak pernah padam meski diterpa badai. Orang-orang seperti ini tak butuh pengakuan, apalagi viral di media sosial. Mereka berani jujur, tak goyah meski yang lain mulai menyimpang.

Sosok mereka tak hanya memberi keteladanan bagi lingkungan sekitarnya, namun juga menjadi mata rantai penting dalam mewariskan nilai-nilai kebaikan kepada anak-anaknya, kepada generasi penerus bangsa. Dan dari situlah kejujuran akan terus hidup, dari rumah-rumah sederhana, dari keluarga-keluarga yang memilih untuk tetap memuliakan kebenaran dan kejujuran.

Akhirnya, sukses sejatinya tak hanya milik mereka yang bergelimang kemewahan atau punya koneksi kuat, namun milik mereka yang berjuang tanpa mengorbankan prinsip. Dunia yang semakin kompleks ini, orang jujur adalah cahaya langka yang dibutuhkan sebagai penerang masa depan yang lebih manusiawi.

“Meski nasib mereka kadang hancur dan jauh dari mujur, namun kehadirannya adalah harapan: bahwa di dunia ini masih ada orang-orang yang memiliki hati.”

Featured image by ChatGOT-OpenAI

You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *