‘Tombokan’

  • FIKSI
Tombokan
Share this :

Bejo, Untung, dan Nasib. Ketiganya teman seumuran, ketika SD di sekolah yang sama, sekolah di kampung mereka. Teman mengaji di Musala Abah Karim, juga teman cari ikan di parit yang melintas di salah satu sudut kampung. Hidup di kampung hanya mutar itu-itu saja. Membosankan. Tiga sekawanan pemuda desa itu lantas mencoba mengubah kemiskinan dengan mencari keberuntungan di kota. Sebagai buruh bangunan Bejo lakoni, Untung jadi kuli panggul di pasar, sedangkan Nasib menjajakan koran di perempatan lampu bang jo. Sudah menginjak tahun kedua sejak kepindahannya dari desanya, hidup belum berubah. Panghasilan mereka buat bayar mondokan di rumah yang jauh dari layak, buat makan, rokok, dan sedikit buat senang-senang. Maklum, rupanya mereka ingin mengubah gaya hidup layaknya pemuda kota.

“Ini sudah hari Rabu, aku sudah beli tiga lembar kupon yang empat angka,” ujar Nasib mengingatkan Bejo dan Untung. Lantaran nasib jualan koran, dia tahu kapan pembelian kupon berhadiah itu ditutup. “Aku cuma beli dua kupon dari angka yang kamu kasih itu,” sahut Bejo. Sementara Untung cuma bengong, kupon seharga seribu tak mampu dibelinya. “Kalau tombokan tembus, dengan uang 7.5 juta aku mau beli tanah yang luas, harga tanah di kampung kan baru beberapa lembar ribuan per meter persegi,” kata Bejo. “Wah, tanahmu bisa aku pakai gembalakan kambing. Aku pengin ternak kambing,” sahut Nasib. “Enak aja kamu, gak boleh,” sergah Bejo. Di tengah percekcokan kedua karibya, Untung diam saja. Membayangkan jika bisa tabung uang, dia akan perbaiki rumah ibunya yang dinding dari ‘gedek’ sudah berumur. Rapuh.

Sebagai generasi hidup di era tahun 80-an, mereka sangat familiar dengan yang namanya Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah (SDSB). SDSB adalah kupon undian berhadiah, dengan menebak angka. Selembar kupon berharga Rp.1.000,- Kupon dijual mulai hari Senin sampai Rabu pukul 18.00, sebab pukul 24.00, tengah malam, undian diumumkan. Kamis, pagi-pagi, Bejo bergegas pergi ke agen, tempat dia membeli kupon. Agen masih tutup, sementara dia belum dapat bocoran empat digit nomor yang keluar. Jalanan masih sepi, dia duduk di emperan agen. Penuh percaya, nomor pemberian dukun yang dia ‘tomboki’ biasanya tak pernah meleset. Dia yakin, pagi ini akan memboyong uang 7.5 juta dari tiga kupon yang dibelinya. Petak-petak sawah jadi hamparan di benaknya. “Waduh, kuwalik,” saat menatap papan pengumuman, sambil melototi tiga kupon yang dia pegang. Tangannya gemetaran, keringat dingin membasahi dahinya. “Bodoh aku, hanya beli kupon 5758, mengapa tidak 5857?” Seketika bayangan sawah perlahan-lahan memudar dan berubah jadi hitam pekat.

Catatan :

tombokan : beli kupon untuk pasang undian
lampu bang jo : traffic light
gedek : dinding rumah dari anyaman bambu
kuwalik : terbalik

You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *