Panas Kota Gresik mulai terasa menyengat, jarum jam tangan baru merangkak di angka 08.30. Matahari seakan tak memberi ruang bagi bayang-bayang untuk bersembunyi. Namun, teriknya matahari tak mampu memadamkan semangat 15 orang peserta #BlusukanEdan komunitas PSL (Pernak-Pernik Surabaya Lama), salah satunya Mr. Graeme Steele, ekspatriat dari Australia, Sabtu (28/9/2024).
Sebelum memulai menyusuri lorong-lorong sejarah, ritual wajib dilakukan yakni ngopi di @kedai.petikopi.gm1898, sebuah kedai ikonik yang dikelola oleh Guslan Gumilang, mantan Fotografer Jawa Pos. Suasana hangat kedai ini membangkitkan selera, terlebih saat aroma kopi bercampur dengan aroma nasi krawu Buk Yah, hidangan ikonik Gresik yang telah eksis sejak tahun 1966.
Setelah cukupkan energi untuk menghadapi panas saat blusukan, rombongan memulai perjalanan dengan dipandu oleh Chairil, salah satu pemerhati bangunan cagar budaya Gresik. Blusukan dimulai dengan menyusuri kawasan tua yang sarat cerita. Kawasan Nyai Ageng Arem-Arem, Kampung Kemasan, Bedilan, hingga Pecinan. Kawasan tersebut seakan menghidupkan kembali masa lampau.
Bangunan-bangunan tua di sepanjang jalan itu seolah bercerita dengan diamnya, fasad yang menua namum masih menyimpan kekokohannya, ada pula pintu dan jendela kayu yang kusam dan rapuh, ada sebagian atap bangunan yang melorot, pun ada bangunan diselimuti semak belukar. Namun, keberadaan bangunan tersebut masih memancarkan pesona klasik meski telah lama dilumat oleh zaman.
Semakin siang, matahari semakin membakar kulit. Namun, bagi para pecinta arsitektur lawas ini, panas adalah teman. Langkah terus berlanjut ke Rumah Dinas Wakil Bupati Gresik, Jalan Basuki Rahmat No. 6-24, Bedilan, Kebungson, Kec. Gresik, Kabupaten Gresik. Yakni, bangunan tua peninggalan zaman kolonial Belanda yang masih berdiri kokoh, yang tentu menyimpan segudang cerita.
Bangunan itu, tutur Chairil, merupakan bagian dari tata kota pelabuhan Gresik zaman dulu. Kota ini telah berkembang menjadi kota pelabuhan yang ramai pada abad ke-18-19. Ramainya pelabuhan Gresik tersebut mendorong bangsa asing datang dan menetap di Gresik. Hal tersebut menyebabkan terintegrasinya berbagai macam bangunan bergaya arsitektur asing di kawasan ini.
Selain rumah-rumah lawas di Kampung Kemasan dan Bedilan, serta Rumah Dinas Wakil Bupati Gresik, rombongan PSL juga diajak blusukan di kompleks Kepolisian Resor Gresik Kota, Jalan Basuki Rahmat 22 Gresik. Rombongan disambut salah seorang petugas dengan ramah. Gudang sekaligus sebagai benteng dan asrama di kompleks ini dibangun oleh Portugis, bukan Belanda.
“Dulu, fungsi gudang sekaligus benteng ini digunakan sebagai penyimpanan rempah-rempah sebelum dikirim ke Eropa, jejak kejayaan perdagangan masa lalu sebelum era kolonial Belanda. Di kompleks ini juga dilewati sistem saluran pembuangan air, diameter lebih dari 1.5 meter,” tutur Chairil.
Terik siang bolong pun tak mau kompromi, gerah dan haus pasti, namun rombongan PSL tak mau henti. Mereka juga berkunjung ke Kelenteng TITD Kiem Hien Kiong. Gresik adalah kota dagang dan jalur perdagangan internasional yang beragam, dengan masyarakat Arab, Cina, India, dan Bugis yang menetap. Etnis China di Gresik mukim di Kampung Pecinan, sekitar pusat perdagangan.
Stefanus Nuradhi, anggota PSL paling senior, menuturkan rasa sedikit kagetnya bahwa di salah satu ruang kelenteng ada sebuah prasasti yang ditandatangani oleh Ongko Prawiro, teman sekelasnya waktu sekolah di THHK Kapasari Surabaya dulu. Menjadikannya, memorable menyambung cerita lama tentang hubungan dekat dengan sosok yang mempunyai kenangan tak terlupakan di masa sekolah.
Lebih mengejutkan lagi, tambah Stefanus Nuradhi, ia bertemu dengan salah seorang mantan siswa dari kursus mendiang istrinya pada tahun 1980-an. Mantan siswa ini, kini dirinya telah mengabdi di kelenteng ini selama 20 tahun. Kelenteng ini, mempertemukannya sosok-sosok tak terduga yang memperkuat benang merah sejarah personal masa lalu di antara pernik-pernik warisan budaya.
“Di bangunan Kelenteng Kiem Hien Kiong mempertemukan saya dengan sosok-sosok tak terduga yang memperkuat benang merah hubungan sejarah personal masa lalu di antara pernik-pernik warisan budaya kini,” tutur haru Stefanus Nuradhi.
Selain telah menyesap kopi di @kedai.petikopi.gm1898, sekaligus sarapan dengan menyantap nasi krawu Buk Yah, perjalanan sebelum sampai ke kelenteng, mereka juga mampir di toko penganan sebagai jajanan ikonik Kota Gresik. Yakni, pudak cap Kuda, di Jalan A.K.S. Tubun 21 Gresik dan rujak khas Bawean, sekadar mencicipi gurihnya sejarah dalam bentuk kuliner kearifan lokal.
Jarum jam tangan di angka 12.30, matahari serasa belum bergeser dari ubun-ubun, angin laut tak membawa kesejukan, justru gerah terasa. Rombongan kembali ke @kedai.petikopi.gm1898 untuk beristirahat. Empat jam berjalan di bawah terik, energi tentu terkuras. Es teh, dan nasi krawu Buk Yah jadi sasaran. Tak cukup itu, martabak bihun, pun pentol gerobak dorong jadi korban.
Pun pada kesempatan itu, Guslan Gumilang, mendemokan bagaimana meramu dan memproses kopi menjadi siap disesap, dan mempersilakan sebagian peserta mencicipi taste teh dari kulit kopi yang sudah diproses. Unik rasanya, tetapi enak. “Unik sih, tapi enak taste-nya. Cobain, biar kamu sendiri yang bisa rasain,” ucap Sylvi Mutiara usai menyrupup tehnya.
Memuasi tenggorokan dan perut sudah, rombongan dipersilakan oleh owner Batik Tulis Gajah Mungkur, Choiri, untuk masuk ke dalam ruang tamu yang sekaligus berfungsi sebagai ruang display produk batik tulisnya. Rombongan diberi kesempatan untuk mencoba praktik menutup pola batik dengan lilin dan canting yang sudah disiapkan, kesempatan pun tak disia-siakan oleh beberapa peserta.
Sementara Chrisyandi Tri Kartika, Ketua PSL, mengatakan bahwa menggali sejarah arsitektur di kawasan Kampung Kemasan Gresik dan sekitarnya membantu melestarikan warisan budaya dan memperkuat identitas lokal. Arsitektur kuno di kawasan ini menggabungkan gaya Eropa, Tionghoa, dan Jawa, mencerminkan kekayaan sejarah Gresik sebagai kota dagang yang pernah berinteraksi dengan berbagai bangsa.
“Mengulik sejarahnya membantu masyarakat menghargai warisan nenek moyangnya. Kawasan ini memiliki potensi meningkatkan ekonomi kreatif, seperti sektor pariwisata, industri kreatif, dan kerajinan tangan. Wawasan tentang sejarah kawasan ini bisa dikemas dalam bentuk tur sejarah, pameran arsitektur, atau festival budaya sehingga menarik wisatawan,” pungkas Chrisyandi Tri Kartika, salah satu staf Perpustakaan Universitas Ciputra Surabaya.
*
Satu kebiasaan yang tak dilupakan oleh anggota PSL jika sedang #BlusukanEdan di kota mana pun, mereka selalu turut menghidupkan keberadaan UMKN setempat. Blusukan di Gresik ini, selain peseta cicipi ikon kulineran maupun produk lokal seperti gula aren Bawean dan Batik Tulis Gajah Mungkur, juga membeli jejajanan kearifan lokal. Tentu sebagai buah tangan bagi orang-orang tercinta di rumah. (@muchson_ali)
Biarkan Foto Bicara
Catatan Perjalanan #BlusukanEdan PSL Goes to Gresik









































































