Oorkaan Ensemble, grup pemusik yang bermarkas di Amsterdam memukau penonton dalam perform konser mereka yang mengusung tema “Gong and the Four Noses”. Mereka menyuguhkan pengalaman visual dan audio yang unik saat para musisi mengeksplorasi bunyi berbagai alat musik, termasuk gamelan Jawa, di Amphitheater, Q Building Petra Christian University Surabaya, Jalan Siwalankerto 140-148 Surabaya, Sabtu (10/5/2025) siang.
Panggung digambarkan sebagai hutan. Berbagai alat musik, tak hanya alat musik barat, namun beberapa perangkat gamelan Jawa seperti gong, bonang dan saron ditata apik dan artistik. Bukan sebagai pemanis suasana panggung, Oorkaan memang mengolaborasikan alat musik mereka dari berbagai jenis. Bahkan dalam suatu aksi teatrikal menggunakan juga seperangkat peralatan dapur.
Dengan musik sebagai bahasa universal, konser ini memadukan seni musik dengan unsur-unsur teatrikal, menciptakan pengalaman unik dan mendalam untuk memperkenalkan penonton dari segala usia pada kekuatan dan keajaiban musik live. Musik menciptakan ruang untuk imajinasi dan keajaiban. Dan ketika musik dinikmati bersama dalam pertunjukan langsung, musik menjadi terhubung dan berinteraksi.
“Gong and the Four Noses” melambangkan empat karakter yang penasaran saat memasuki sebuah rumah. Mereka menemukan berbagai jenis benda, termasuk empat hidung dan alat musik. Seiring berjalannya cerita, benda-benda tersebut memengaruhi keempat tokoh, mengubah mereka menjadi berbagai jenis hewan. Karakter-karakternya terinspirasi oleh tokoh Punakawan Jawa: jenaka, nakal, dan menghibur.
“Four Noses ” atau “Empat hidung”, Oorkaan Ensemble menampilkan keempat personil, terdiri atas pemain harpa Michela Zanoni, pemain bajanis Robbrecht van Cauwenberghe, pemain perkusi Veysel Dzhesur, dan pemain klarinet Michele Mazzini. Untuk perform konser ini, mereka memiliki koneksi para kreator dari Indonesia untuk berkolaborasi, seperti Iwan Gunawan dan Sinta Wullur.
Kolaborasi berbagai alat musik yang dimainkan, di samping juga dengan aksi teatrikal benar-benar menjadi satu kesatuan utuh, dan tentu telah dikonsep secara matang. Karena gabungan berbagai unsur alat musik itu, musik yang dimainkan Oorkaan Ensemble lebih cenderung sebagai mosaik prelude. Bukan sebuah opus atau overture panjang.
Tak hanya disuguhi penampilan konser yang artistik dari berbagai alat musik yang dipadukan dengan aksi teatrikal yang unik, pun di akhir pertunjukan penonton dikejutkan dengan sajian orkestrasi lagu Bengawan Solo karya Gesang (alm.) yang didendangkan secara utuh. Di samping juga dengan lagu Gambang Suling yang hanya unjuk sebagian.
Kreasi dan inovasi Oorkaan Ensemble dalam bermusik mengajak para penonton berimajinasi, menikmati, kemudian bersimpati. Bahwa yang dihasilkan empat pemusik ini: Michela Zanoni, Robbrecht van Cauwenberghe, Veysel Dzhesur, dan Michele Mazzini, serta dengan direktur artistik Caecilia Thunnissen dan sutradara panggung Yorick Stam bisa menjadi dimensi baru sebuah pentas musik.
Patrisna May Widuri, Founder & Directur of Amadeus Enterprise, usai pertunjukan mengatakan bahwa konser ini adalah unik, yang mungkin tak pernah ditemui di Surabaya. Yakni, penampilan Oorkaan Ensemble, grup pemusik bermarkas di Amsterdam. Mereka menyuguhkan pengalaman visual dan audio yang unik saat para musisi mengeksplorasi bunyi berbagai alat musik, termasuk gamelan Jawa.
“Mereka mengusung tema “Gong and the Four Noses”, dengan penampilan yang jenaka, nakal, dan menghibur menjadikan penonton terpukau dan terhibur. Pun membuat penonton tertawa dan memberikan applaus. Konser Oorkaan Ensemble di Surabaya atas sponsor atau undangan dari Erasmus Huis Jakarta, dan kerja sama dengan Petra Christian University Surabaya,” pungkasnya.
“Gong and the Four Noses”perform di Surabaya diselenggarakan oleh Amadeus Enterprise atas kerja sama dengan Erasmus Huis Jakarta dan Petra Christian University Surabaya. Sebelumnya, “Gong and the Four Noses” tersebut telah dipentaskan di Erasmus Huis Jakarta pada Sabtu 3 Mei 2025, dan di Sositet Militer Taman Budaya Yogyakarta, Rabu 7 Mei 2025.
Usai konser ada sesi tanya jawab, yakni panitia memberikan kesempatan kepada tiga penonton untuk bertanya seputar pertunjukan, yakni penonton dapat mengajukan pertanyaan dan berinteraksi dengan para musisi: Michela Zanoni, Robbrecht van Cauwenberghe, Veysel Dzhesur, dan Michele Mazzini, serta dengan direktur artistik Caecilia Thunnissen dan sutradara panggung Yorick Stam.
Sekilas tentang Oorkaan
Dirangkum dari https://oorkaan.nl/en/about/ bahwa Oorkaan adalah grup pemusik yang terdiri atas kreator profesional yang telah memungkinkan penonton dari segala umur menemukan dunia musik yang tak terbatas. Berawal pada tahun 2001 di “Kleine Zaal” dari Royal Concertgebouw, Oorkaan berkeinginan untuk menyajikan persembahan musik kepada kaum muda dengan cara yang lebih menarik.
Oorkaan diawaki oleh empat pemusik: yakni pemain harpa Michela Zanoni, pemain bajanis Robbrecht van Cauwenberghe, pemain perkusi Veysel Dzhesur, dan pemain klarinet Michele Mazzini. serta dengan direktur artistik Caecilia Thunnissen dan sutradara panggung Yorick Stam.
Pada tahun 2015, direktur artistik Caecilia Thunnissen memperkenalkan Metode Oorkaan, cara unik dalam memainkan musik. Ini mendefinisikan ciri khas artistik Oorkaan saat ini dan mengembangkan konser panggung ke tingkat yang diakui secara internasional di Oorkaan. Oorkaan, salah satu dari sedikit kelompok anak muda yang memberikan peran utama pada musik dan musisi.
Sejak 2021, Oorkaan juga membentuk ensemble. Setelah itu, lantas dikembangkan untuk membuat konser panggung. Selain sebagai pemusik, mereka tampil di panggung juga sebagai pemain teatrikal. Musik adalah bahasa mereka, dan tidak ada kata-kata lisan yang digunakan. Oorkaan Ensemble mencapai sebagai musisi papan atas, baik perfom sendiri maupun kolaborasi dengan ansambel dan orkestra lain.
Berkantor di Amsterdam, Oorkaan mengadakan tur teater dan festival ke sekolah, dan tempat-tempat khusus di seluruh Belanda dan internasional, termasuk di Indonesia. Setiap tahun sekitar 40.000 orang menonton salah satu dari 200 pertunjukan Oorkaan. Oorkaan bermarkas di De Kempenaerstudio, tempat melestarikan budaya di bekas gedung sekolah di West, sebagai tempat berlatih dan membuat produksi musik.
*
Terima kasih. Setiap kali Amadeus Enterprise menyelenggarakan konser atau perform grup pemusik dari Belanda, maupun konser-konser lain, baik yang musik klasik maupun musik kontemporer, saya selalu diundang. Dan istimewanya, saya selalu dipersilakan untuk bebas memilih tempat duduk agar saya nyaman mengambil angle memotret ketika konser berlangsung. Tentu, tak sampai terhalang oleh bagian tubuh penonton. (Ali Muchson)
Biarkan Foto Bicara
“Gong and the Four Noses”: Oorkaan Ensemble dari Amsterdam – Belanda
Hadirkan Konser Unik di Surabaya






















































































