‘Halal Tourism’ Kelak sebagai Konsep Operasional Masjid Jami’ Minangkabau Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatra Barat

Halal Tourism sebagai Konsep Operasional Masjid Jami’ Minangkabau Batusangkar
Share this :

Pembangunan masjid yang peletakan batu pertama telah diresmikan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno pada Jumat (8/12/2023) lalu, sesuai dengan nama yang disematkan, yakni Masjid Jamik Minangkabau Indonesian Islamic Tourism Center, kelak akan dikelola operasionalnya dengan konsep halal tourism, atau wisata halal.

Farrel Muhammad Rizqy, founder Yayasan Global Spirit of Ummah (GSoU), menuturkan bahwa masih banyak publik beranggapan keliru tentang pengertian wisata halal. Minimnya literasi menyebabkan sebagian masyarakat beranggapan bahwa wisata halal terkait dengan ajaran dan simbol Islam. Wisata halal dipahami sebagai islamisasi terhadap dunia pariwisata, padahal bukan seperti itu.

“Perspektif wisata halal bukan mengubah objek wisata menjadi halal. Halal yang dimaksud adalah penyediaan pangan yang disajikan dalam restoran, ketersediaan tempat ibadah dan hotel yang dapat memiliki standar kehalalan, juga terkait masalah kesehatan dan higienitas,” tutur pria yang lebih dikenal dengan sapaan Ustadz Farrel.

Ustadz Farrel menambahkan, konteks wisata halal ada pada layanan, bukan mengubah objek atau alam wisata lainnya. Banyaknya wisatawan Muslim membutuhkan beberapa hal penting terkait ajaran agama yang harus dipatuhi. Misalnya, arah kiblat, tempat salat, makanan dan minuman halal serta level kesehatan lingkungan dan higienitas makanan. Ini yang akan dikembangkan Masjid Jamik Minangkabau Indonesian Islamic Tourism Center.

Wisata halal, lanjutnya, merupakan adopsi dari negara-negara non-Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang melihat potensi besar dari pertumbuhan Muslim di seluruh dunia. Wisata halal diciptakan untuk mewadahi kebutuhan beribadah bagi para Muslim di negara- negara non-OKI, seperti penyediaan tempat ibadah atau musala dan restoran halal.

“Thailand, Malaysia, Singapura, Jepang, Korea, Australia, Selandia Baru, Inggris, dan Prancis merupakan negara yang cepat menangkap peluang pelayanan wisata halal. Wisata halal juga bukan membatasi gerak-gerik wisatawan. Para wisatawan, terutama wisatawan asing tetap bebas melakukan kebiasaan ketika berwisata,” lanjut salah satu anggota Dewan Pengawas Bank DKI Syariah.

Selain berkaitan dengan urusan makanan dan minuman dan pengelolaan destinasi, pariwisata halal juga berkaitan bagaimana di destinasi wisata halal terdapat perbankan syariah atau pengelolaan keuangan bersyariah. Bahkan, bila perlu ada paket tour wisata syariah. Yang tidak kalah penting dari wisata halal, yakni menciptakan lingkungan bebas dari sampah dan kebersihan toilet, pungkas Ustadz Farrel.

Seperti yang pernah disampaikan Menparekraf Sandiaga Salahuddin Uno dalam acara Weekly Press Briefing pada Senin (20/6/2022), menekankan bahwa wisata halal bukan berarti islamisasi wisata. Artinya, konsep wisata dengan memberikan layanan tambahan yang terkait dengan fasilitas, turis, atraksi, dan aksesibilitas untuk memenuhi pengalaman dan kebutuhan para wisatawan muslim.

Pada kesempatan tersebut, Sandiaga Uno menegaskan bahwa wisata halal merupakan layanan tambahan atau extension of services yang ditujukan bagi wisatawan Muslim. Wisata halal bukan berarti semua tempat wisata harus sesuai dengan ajaran Islam. Konteks konsep wisata halal ini sejatinya menyatukan keberagaman Indonesia, alih-alih mengusung suatu agama tertentu.

You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *