Rangkuman dari Mendengarkan Khotbah Jumat
Dalam kehidupan yang penuh dinamika ini, manusia acapkali terjebak dalam keinginan untuk terlihat lebih baik, lebih unggul, dan lebih dipandang daripada orang lain. Padahal, Islam mengajarkan sebuah sikap yang mulia namun sering terlupakan, yakni tawaduk, sikap rendah hati dan tidak sombong.
Orang yang tawaduk memandang bahwa setiap orang di sekitarnya, apakah ia lebih tua, sepadan, lebih muda, bahkan anak-anak sekalipun, bisa jadi lebih baik darinya dalam pandangan Allah SWT. Ia tidak merasa lebih hebat hanya karena rupa, ilmu, harta, jabatan, atau popularitas, sebab ia sadar bahwa segala sesuatu adalah titipan dari Allah SWT yang bisa diambil kapan saja.
Sikap tawaduk bukan berarti merendahkan diri hingga tak bernilai, melainkan menempatkan diri pada posisi yang semestinya. Ia adalah keseimbangan antara menyadari kelebihan diri tanpa menyombongkan, dan menyadari kekurangan diri tanpa merendahkan. Tawaduk menuntun seseorang untuk bersikap santun kepada siapa saja, empati, belas kasih, dan menghargai orang lain.
Pun sikap terbuka untuk belajar, bahkan dari orang yang lebih muda sekalipun. Seorang yang tawaduk akan berkata dalam hatinya, āOrang lain: apakah ia yang lebih tua, yang seumuran, yang lebih muda, bahkan anak-anak sekalipun, mereka lebih baik daripada saya. Oleh sebab itu, saya harus senantiasa berusaha menjadi orang baik.ā
Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda, āTidaklah seseorang memiliki sifat tawadhu’ (rendah diri) karena Allah, melainkan Allah akan meninggikannya.ā (HR. Muslim, nomor 2588). Hadis ini menunjukkan bahwa kemuliaan sejati tidak datang dari tingginya posisi di mata manusia, tetapi dari kerendahan hati yang tulus di hadapan Allah SWT dan sesama.
Sikap tawaduk membuat seseorang mudah bersyukur, tidak iri hati, dan tidak gampang tersinggung, serta tidak sumbu pendek pikir. Ia menjalani hidup dengan penuh kelapangan dada karena tidak merasa harus selalu lebih dari orang lain. Tawaduk adalah jalan panjang menuju kemuliaan. Ia menumbuhkan kedamaian dalam hati dan mempererat tali persaudaraan.
Dalam dunia yang semakin keras dan kompetitif, sikap ini menjadi oase yang menyejukkan. Mari, dalam setiap langkah yang penuh berkah ini, kita jadikan tawaduk sebagai bagian dari perjalanan spiritual kita. Bukan untuk dilihat orang, tetapi agar hati kita semakin dekat dengan Allah SWT dan sesama manusia.
“Sudahkah kita membiasakan diri memandang orang lain sebagai cermin kebaikan yang patut kita jadikan sumber inspirasi, bukan sebagai pesaing yang harus kita rendahkan?”
Note:
Featured image by ChatGPT-OpenAI
Keren pak, menginspirasi