Kenang Cak Sakuri: “Mengantarku Selasa Subuh ke Stasiun, Tuhan Menjemputnya Minggu Petang”

Kenang Cak Sakuri: “Mengantarku Selasa Subuh ke Stasiun, Tuhan Menjemputnya Minggu Petang"
Share this :

“Hidup ini jangan selalu hanya menurut rencanamu, libatkanlah rencana Tuhanmu,” ujar Pak Sugeng, di sela langkah-langkah kami menuju makam kampung. Kalimat yang ia ucapkan dengan pelan namun sarat makna.

Kami berjalan beriringan, menyusuri gang kampung, dan di belakang kami, pelayat lain berjalan di dalam lantunan kalimat “Laa ilaaha illallah”, berulang-ulang. Tak ada obrolan panjang malam itu, hanya suara sandal menyapu tanah. Kami sedang mengantarkan kepergian Cak Sakuri, tetangga kami yang dikenal ramah dan ringan tangan, menuju peristirahatan terakhirnya, Minggu (22/6/2025) pukul 21.00, malam

Yang membuat kami terdiam, kenyataan bahwa semua ini begitu mendadak. Cak Sakuri, seorang pengemudi ojek online, tak pernah mengeluhkan sakit. Bahkan, Selasa subuh, enam hari sebelum kepergiannya, dialah yang mengantarkan saya ke Stasiun Pasar Turi pukul 05.00 pagi. Di sepanjang 30 menit perjalanan, seperti biasa ia bercanda ringan soal kemacetan.

Tak ada gurat lelah berlebihan, apalagi tanda-tanda sakit. Ia sehat, aktif, dan tampak seperti biasa. Sebagai tetangga dekat, saya kerap meminta tolong padanya jika harus bepergian dan tak membawa kendaraan sendiri. Cak Sakuri selalu bersedia, tanpa banyak tanya. Senyum dan keramahannya menjadi ciri khas yang mudah dikenang.

Namun, hanya enam hari setelah mengantar saya, kabar duka datang menghantam kami, para tetangga. Ia sempat dibawa ke RS Eka Candrarini pada Minggu pagi, setelah ia mengeluh tak enak badan. Rumah sakit baru itu kebetulan tak jauh dari kampung kami, kisaran 300 meter. Lantaran belum bisa mengatasi, ia dirujuk ke RS Unair. Begitu cepat, pun tak terduga, ia meninggal pada petangnya.

Di kampung kami, bila malam belum terlalu larut, pemakaman disegerakan. Tak lantaran tradisi, kami percaya bahwa menyegerakan jenazah menuju keabadian adalah bentuk penghormatan terakhir yang bisa kami berikan. Di tengah langkah itu, kalimat Pak Sugeng terasa seperti pancaran cahaya, sederhana namun menyadarkan, kita tak sepenuhnya berkuasa atas hidup kita.

Bagi saya, kalimat itu bukan sebuah obrolan kosong sembari jalan. Rupanya ia lahir dari sebuah refleksi, dari pengalaman, dari mengiringi kabar kematian yang datang tanpa aba-aba. Hidup, pada akhirnya, tak sekadar tentang apa yang kita rencanakan, namun juga tentang bagaimana kita melibatkan Tuhan dalam setiap detiknya.

Tak Sepenuhnya Hidup Bisa Kita Kendalikan

Pada dasarnya manusia adalah makhluk perencana. Menyusun agenda harian, merancang masa depan, bahkan membuat alternatif rencana. Umumnya, kita selalu berharap semuanya berjalan sesuai alur yang kita mau. Namun, seperti kepergian Cak Sakuri membuka mata bahwa hidup ini menyimpan wilayah-wilayah yang tak bisa kita jangkau, sekalipun dengan perencanaan terbaik.

Cak Sakuri, begitu sehat dan tampak bugar, meninggal dunia hanya dalam hitungan jam setelah merasa tak enak badan. Tak ada pertanda, tak ada waktu berpamitan, tak ada kesempatan menunda. Kiranya ini menyadarkan kita, tak ada satu pun di antara kita yang bisa sepenuhnya menggenggam kendali atas hidupnya. Sebaik apa pun berencana, hasil akhir bergantung pada kehendak Tuhan.

Libatkan Tuhanmu

Melibatkan Tuhan dalam hidup bukan berarti kita berhenti berusaha. Justru sebaliknya, kita tetap bergerak, tetap bekerja, tetap menyusun rencana, namun kita menyertakan doa dalam berharap. Kita bersandar bukan hanya pada hitungan logika dan kekuatan manusiawi, melainkan juga pada keyakinan bahwa Tuhan mengetahui apa yang terbaik, bahkan ketika kita belum memahaminya.

Dalam bahasa sederhana, melibatkan Tuhan berarti membuka ruang langit dan mengetuk pintunya dalam hati seraya bermohon: “Tuhan, ini rencanaku, namun aku serahkan hasilnya pada-Mu. Bila ini baik, lancarkanlah. Bila tidak, gantilah dengan yang lebih Engkau ridhai.”

Kiranya kalimat seperti demikian bukan yang lahir dari kepribadian yang pesimis, melainkan bentuk kerendahan hati. Dan kerendahan hati itu membuat kita lebih tahan saat harapan tak sesuai kenyataan, lebih tenang dapat mengendalikan diri saat mengalami kegagalan, dan lebih bijak ketika meraih keberhasil.

Rencana Tuhan Suatu Keniscayaan

Acapkali kita baru menyadari hikmah dari suatu peristiwa setelah selang waktu berlalu. Kekecewaan yang dulu terasa pahit, ternyata menyelamatkan kita dari sesuatu yang lebih buruk. Pintu yang tertutup, ternyata mengarahkan kita pada jalan yang lebih terang. Bahkan kehilangan apa pun, kadang menjadi titik balik untuk menemukan makna hidup yang sejati.

Cak Sakuri mungkin tak pernah tahu bahwa kepergiannya menyentuh hati banyak orang. Bahwa kesederhanaannya, keramahannya, dan kepergiannya yang mendadak menjadi pengingat mendalam bagi kita yang masih hidup tentang pentingnya kesadaran religi. Tentang pentingnya tidak hanya sibuk mengatur langkah mewujudkan rencana, pun belajar berserah dan tawakkal.

Hidup Bukan Berapa Lama, Namun Seberapa Kebermaknaannya

Dari Cak Sakuri, kita belajar bahwa hidup bukan soal panjangnya waktu, atau jumlah angka dalam kumpulan tahun, namun tentang seberapa kebermaknaannya. Ia bukan orang besar dalam ukuran status keduniaan, bukan seorang berpangkat, bukan tokoh terkenal. Ia seorang ojek online. Namun kebaikan-kebaikan yang ia tanamkan semasa hidupnya menjadi jejak yang tak mudah dilupakan.

Lantaran “Hidup ini jangan selalu hanya menurut rencanamu, libatkanlah rencana Tuhanmu.” Kita pun perlu untuk merenungkan, apakah rencana hidup kita selama ini hanya berpusat pada diri sendiri? Apakah kita telah memberi ruang bagi rencana Tuhan dalam setiap langkah yang kita ambil? Apakah kita sudah hidup cukup bermakna bagi diri dan orang sekitar, sebelum waktu habis tanpa tanda?

Maka sebelum hari giliran kita tiba, semoga kita telah lebih dahulu menyadari bahwa rencana terbaik adalah rencana yang disusun dan melibatkan bersama-Nya. “Wallahu a’lam bishawab – Hanya Allah yang lebih tahu kebenarannya.” (Ali Muchson)

You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *