Kesalahan Tafsir, ‘Alon-Alon Waton Kelakon’ : Takkan Tercipta Borobudur atau Terjadi Pertempuran 10 November 1945

  • EDUKASI
Battle of Surabaya
Share this :

Dalam budaya Jawa, dikenal ada ungkapan ‘alon-alon waton kelakon’, yang secara harfiah dimaknai orang sebagai berikut : ‘alon-alon’ berarti ‘pelan-pelan’, ‘waton’ berarti ‘asalkan’, dan ‘kelakon’ berarti ‘tercapai’.

Makna secara harfiah seperti ini banyak dipandang orang sebagai ajaran kemalasan atau sebagai pandangan hidup orang malas. Ungkapan tersebut barangkali senada dengan ungkapan ‘takkan lari gunung dikeja’ dalam ungkapan bahasa Indonesia.

Mengutip dari buku Teraju Ombak – Masalah Sosiologi Sastra Indonesia karya Suripan Sadi Hutomo, pandangan negatif timbul karena orang tidak mau melihat lebih jauh bahwa di samping ungkapan ‘alon-alon waton kelakon’ masih terdapat ungkapan lain yang bersifat dinamis.

Ungkapan lain yang bersifat dinamis tersebut, misalnya, ‘rawe-rawe rantas, malang-malang putung’, yang arti harfiahnya adalah ‘(tanaman) yang menjulur-julur harus dibabat sampai habis dan yang menghalang-halangi jalan harus dipatahkan’.

Orang yang berpandangan negatif tentang ungkapan ‘alon-alon waton kelakon’ ini adalah orang yang terimbas pandangan masyarakat lain, pandangan luar atau etic, adalah orang yang telah tercerabut dari akar budayanya. Justru merekalah orang yang malas menyelam, menghayati, dan menangkap makna di balik tanda-tanda bahasa dan budaya mereka sendiri.

Jika benar bahwa ungkapan yang dianggap negatif itu merupakan ‘reflection of reality’ masyarakat kita, yakni sebagai bangsa yang malas, tentulah takkan lahir benda-benda budaya semacam Candi Borobudur, atau peristiwa seperti Pertempuran 10 November 1945 di Kota Surabaya.

Candi Borobudur (Foto @barrykusuma)
Candi Borobudur (Foto @barrykusuma)

Peristiwa penciptaan Candi Borobudur dan peristiwa heroik Pertempuran 10 November 1945 adalah ‘spirit of age’ atau ‘jiwa zaman’ bangsa Indonesia yang kreatif. Rentangan masa yang panjang dari Borobudur ke 10 November 1945, adalah kesinambungan mata rantai yang tak terputus. Rentangan itu juga sampai hari ini dan hari-hari yang akan datang.

Jika begitu halnya, apa makna ungkapan ‘alon-alon waton kelakon’, dan ‘takkan lari gunung dikejar’ yang sesungguhnya, menurut pandangan emic, atau pandangan orang dalam?

Ungkapan tersebut sebenarnya merupakan ajaran kesabaran, hati-hati, penuh dengan kecermatan, pertimbangan dan perhitungan dalam bertindak sehingga mendapatkan hasil yang maksimal. Bukan merupakan ajaran kemalasan sebagaimana diinterpretasikan orang selama ini secara harfiah.

Bagi orang yang merasa dirinya modern, yang menggunakan rasio atau penalaran dalam mengkaji suatu permasalahan, memandang ungkapan tersebut sudah tidak logis lagi. Yang cepat saja belum tentu ‘kelakon’, apalagi ‘alon-alon’. Mereka beranggapan, ‘alon-alon waton kelakon’, sebagai manifestasi karakteristik yang lamban.

‘Alon-alon waton kelakon’ lebih menjadi pengingat bahwa dalam bertindak harus sabar ‘pelan-pelan’, kreatif, karena untuk mencapai keberhasilan yang sesungguhnya tidak bisa diraih dengan cara instan. Tentu butuh tahapan untuk proses dan waktu pencapaian. Sabar, kreatif tidaklah sama dengan malas.

Sebuah kenyataan, dalam tubuh bangsa apa pun, dan dalam masyarakat apa saja, tentu ada malas dan ada orang sabar dan kreatif. Jumlah orang yang sabar dan kreatif, kecenderungannya lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah orang malas, hal ini tentu mengikuti prinsip hukum pyramid.

*

‘Alon-alon waton kelakon’ sebagai pesan moral kebudayaan Jawa, bahwa kepada siapa pun dalam menjalani proses meraih cita-cita sebaiknya tidak melakukannya dengan ‘grusa-grusu’ atau terburu-buru, melainkan penuh dengan kehati-hatian, pertimbangan, kecermatan dan kesabaran.

Kiranya makna ungkapan menjadi jelas bahwa ‘alon-alon waton kelakon’ mempunyai pengertian yang positif dan mendalam. Ungkapan ini tidak berada di kwadran otak kiri, melainkan berada di kwadran otak kanan., dan merupakan kunci kesuksesan dalam meraih suatu cita-cita.

You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *