Setelah satu minggu lebih tak menulis, sebenarnya bukan karena apa. Hanya kebetulan alisson.id meliburkan diri, sementara perlu menghadiri undangan salah satu keluarga yang menikahkan putrinya di Kota Cilegon, Provinsi Banten.
Ibarat mengumpulkan ‘tulang terpisah’, kesempatan bertemu keluarga yang datang dari berbagai belahan seperti dari Bengkalis, Palembang, Lampung, Bekasi, Tuban, Bojonegoro, Sidoarjo, dan Surabaya sekaligus sebagai ajang reunion keluarga. Maklum, selama pandemi Covid-19 tak bisa bertemu.
Di sela-sela acara keluarga, sekadar iseng-iseng, alisson.id menyempatkan curi waktu untuk jalan-jalan, mumpung berada di kota yang baru kali ini didatangi. Melihat wajah kota, mencicipi kuliner kearifan lokal, dan menyempatkan pula salat Dhuhur di Masjid Agung Banten, Senin (31/1/2022).
Destinasi Wisata Religi
Masjid Agung Banten merupakan salah satu destinasi wisata religi yang terkenal, dikunjungi oleh peziarah, baik dari dalam maupun luar Banten. Destinasi wisata di Banten ini merupakan satu di antara masjid tertua di Indonesia.
Berdiri megah, Masjid Agung Banten terletak di Desa Banten Lama, tepatnya di Desa Banten, sekitar 10 kilometer sebelah utara Kota Serang, Ibu Kota Provinsi Banten. Akses menuju ke lokasi masjid ini tidak sulit, bisa dicapai dengan kendaraan pribadi atau kendaraan umum.
Dilansir dari satpolpp.bantenprov.go.id, Masjid Agung Banten dibangun pada 1566 M oleh Maulana Hasanuddin, Sultan Banten pertama (1552-1570). Seperti kebanyakan masjid, masjid ini berdenah segi empat dengan rancang bangun yang unik. Arsitekturnya perpaduan antara arsitektur Jawa, China, dan Eropa.
Pembangunan masjid melibatkan tiga arsitek dari negeri yang berbeda. Raden Sepat, arsitek utama berasal dari Majapahit, ia yang juga menukangi Masjid Cirebon; Tjek Ban Tjut, arsitek berasal dari China; dan Hendrik Lucaz Cardeel, seorang arsitek berasal dari Belanda.
Atas jasa-jasa mereka turut menegakkan kebesaran Islam, Tjek Ban Tjut dianugerahi gelar bangsawan dari kesultanan dengan nama Pangeran Adiguna. Sedangkan Hendrik Lucaz Cardeel, yang kemudian diketahui memeluk Islam, mendapatkan gelar Pangeran Wiraguna.
Bentuk arsitektur lokal karya Raden Sepat dapat dilihat dari empat tiang penyangga (saka guru) di bagian dalam bangunan masjid. Di ruangan ini terdapat mimbar kuno berukir indah yang menegaskan kuatnya nuansa lokal. Setidaknya, ada dua pendapat berbeda seputar keberadaan mimbar ini.
Pertama, mimbar tersebut wakaf Nyai Haji Irad Jon Jang Serang pada 23 Syawal 1323 Hijriyah (1903 M), sebagaimana tertulis dengan huruf Arab gundul pada penampil lengkung bagian atas muka mimbar. Kedua, mimbar itu karya Tjek Ban Tjut. Tjek Ban Tjut, arsitek pembantu Raden Sepat.
Konon, Tjek Ban Tjut yang membuat atap masjid mirip dengan atap pagoda. Atap melingkar berbentuk bujur sangkar itu bertingkat lima, sebagai simbol rukun Islam. Dua atap paling atas kental dengan arsitektur Cina. Semakin rendah, atapnya semakin lebar, menaungi serambi di sisi utara dan selatan.
Sedangkan karya Hendrik Lucaz Cardeel berupa menara setinggi 24 meter yang terletak di sebelah timur masjid. Berbentuk segi delapan, pintu masuk melengkung pada bagian atas, konstruksi tangga melingkar seperti spiral, dan kepalanya memiliki dua tingkat. Ini adalah arsitektur khas Belanda.
Jika dicermati, keberadaan menara setinggi 24 meter tersebut menjadi kurang serasi dengan bangunan masjid. Memang semula bangunan menara ini bukan diperuntukkan sebagai menara azan, tetapi menara rambu dan pengintai untuk pelabuhan Banten yang terkenal sibuk saat itu.
Karya Hendrik Lucaz Cardeel yang lain yaitu Tiamah, di sebelah selatan masjid. Yakni, bangunan semacam paviliun yang dahulu digunakan para ulama dan umara Banten untuk mendiskusikan masalah keagamaan. Style Eropa tampak pada jendela besar di tingkat atas. Saat ini Tiamah difungsikan sebagai museum.
Keberadaan Masjid Agung Banten menjadi destinasi wisata religi, sejarah, pendidikan, dan budaya. Pada hari besar Islam, misalnya peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW, ribuan peziarah dari dalam maupun luar Banten berdatangan untuk turut memperingati kelahiran Rasulullah.
Di samping itu, adanya makam keluarga kesultanan, makam ulama, dan museum, tentu menambah daya tarik. Para peziarah yang datang tidak hanya untuk salat, tetapi juga memperluas wawasan tentang kesejarahan. Kini, masjid ini tak semata untuk beribadah, namun juga sebagai sarana menginternalisasi nilai-nilai sejarah dan budaya.
Masjid Akbar Bantem ternyata megah dg gaya arsitektur yg lain dari pada masjid lain. Sungguh suatu peninggalan yang luar biasa.
Mas Santoso A.,
Arsitekturnya unik, gabungan style Jawa, China dan Eropa, Mas.
Alhamdulillah, sempat menikmati salat Dhuhur jamaah di masjid ini.
Matur nuwun.