Masker : Tak Sekadar Pelindung Kesehatan, Juga Sebagai Tren Fesyen

Masker : Pelindung Kesehatan &Tren Fesyen
Share this :

…………….
Jaga jarak, cuci tangan
pakai masker
Ojo lali nyenyuwuno
sing banter

Jaga jarak, cuci tangan
pakai masker
Maju bareng
Nglawan corona ben klenger

…………….

“Pakai Masker.” Demikian cuplikan sebagian dari lirik lagu “Ojo Mudik” terkait dengan pencegahan dan memutus penyebaran penularan Covid-19 karya terakhir Didi Kempot yang diunggah di YouTube “Didi Kempot Official Channel” beberapa hari sebelum dia meninggal dunia.

Selain kebijakan hampir setiap negara mewajibkan warganya untuk menggunakan masker saat keluar rumah, kampanye menggunakan masker pun bergema melalui berbagai media, termasuk melalui lirik lagu. Kini, hampir setiap orang mau tak mau harus mengenakan masker saat keluar rumah demi keselamatan diri juga keselamatan orang lain.

Reputasi masker jadi tambah meroket ketika terjadi wabah penyakit menular, seperti SARS, MERS, Ebola dan yang terbaru, Corona. Virus yang juga dikenal dengan nama Covid-19. Lebih-lebih setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan ada dua warga negara Indonesia yang berdomisili di Depok, Jawa Barat positif virus Corona pada Senin (2/3/2020).

Masker : Pelindung Kesehatan &Tren Fesyen
Masker dengan desain dengan unik dan lucu.
Masker : Pelindung Kesehatan &Tren Fesyen
Masker dengan desain logo Persebaya

Lantaran meningkat permintaan masker, penjualan makin melonjak. Bahkan, di beberapa tempat, barang yang biasanya mudah ditemukan itu sempat tiba-tiba lenyap karena banyak orang memburunya. Alat penyaring udara ini jadi barang yang sempat langka di pasaran. Barangkali dua hal yang menjadi sebab, yakni penggunaan semakin meningkat dan ditimbun oleh orang-orang yang ingin mengeruk keuntungan.

Besarnya permintaan pada masa darurat, akhirnya berbagai perusahaan mulai memperbanyak produksi masker. Hal serupa juga dilakukan oleh beberapa pihak secara mandiri, berbagai home industry atau industri rumahan beramai-ramai memenuhi kebutuhan mendesak masyarakat dalam rangka memenuhi protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah.

Masker dan Tren Fesyen

Jepang, China dan Korea yang menghadapi masalah polusi akut pun akhirnya ikut mengadopsi kebiasaan penggunaan masker. Tentu saja polusi dan virus ada di mana-mana yang ditularkan lewat udara, tapi kenapa tren menggunakan masker didominasi di negara-negara Asia Timur?
Padahal Indonesia pun tak beda, bermasalah. Selain polusi asap kendaraan, pabrik, juga asap kebakaran hutan.

Salah satu alasan yang mendasarinya barangkali karena faktor filosofi. Ketiga negara itu secara luas dipengaruhi ajaran Taoisme dan pengobatan tradisional China. Napas dan pernapasan dipandang sebagai elemen sentral dalam kesehatan yang baik.

Mengutip dari Quartz, Michelle M Ching, praktisi akupuntur dan obat herbal bersertifikat yang tinggal di Los Angeles, mengatakan bahwa “Qi” adalah konsep sentral dalam kosmologi Tiongkok, umumnya berkaitan dengan energi dan uap

Ching menjelaskan bahwa Qi mempunyai banyak makna dalam bahasa China, yakni udara, atmosfer, bau, kekuatan dan patogen yang kemungkinan menjadi alasan lain mengapa masker sangat diperlukan di China. Ketika qi tubuh habis atau gerakannya berubah, kata dia, rasa sakit dan penyakit berkembang. Karena itu, menurutnya, bernapas sangat penting untuk menjaga qi yang baik dalam tubuh.

Kini masker tak sekadar untuk menjaga kesehatan, tetapi melengkapi bagian dari tren fesyen seseorang. Berbagai desain menarik, unik, atau gambar karakter yang lucu-lucu bisa dibeli toko, bahkan dijajakan para pedagang kaki lima di pinggir-pinggir jalan. Masker-masker dari berbagai jenis bahan dan motif tersebut tak asing digunakan masyarakat setiap hari.

Masker : Pelindung Kesehatan &Tren Fesyen
Masker : Pelindung Kesehatan &Tren Fesyen
Berbagai model dan bahan masker dijajakan pedagang kaki lima di pinggir jalan.

Sejarah Panjang Keberadaan Masker

Mengutip IDN Times-Sulsel, masker yang kini kita kenakan memiliki sejarah panjang hingga akhirnya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari upaya melindungi kesehatan dari berbagai penularan virus maupun bakteri. Gambaran perkembangan dari zaman ke zaman sebagai berikut :

Dulu, Orang-Orang Hanya Melilitkan Kain untuk Menutup Hidung dan Mulut

Sebuah lukisan karya Michel Serre menggambarkan kondisi kota Marseille, Prancis, yang menjadi pusat wabah pes bubo pada tahun 1720. Dalam lukisan tersebut, para penggali kubur melilitkan kain di wajah mereka.

Waktu itu mereka mengenakan kain di sekitar mulut dan hidung. Mereka percaya bahwa penyakit seperti wabah adalah racun, atau gas yang berasal dari tanah, berada di udara yang kotor. Kepercayaan udara kotor sebagai sumber wabah kolera, chlamydia dan Maut Hitam disebut sebagai teori miasma. Menurut teori ini, miasma berasal dari materi organik yang membusuk.

 Lukisan karya Michel Serre menggambarkan kondisi Kota Marseille, Prancis, pusat wabah pes bubo pada tahun 1720
Lukisan karya Michel Serre menggambarkan kondisi Kota Marseille, Prancis, pusat wabah pes bubo pada tahun 1720. (dok. IDN Times/Wikimedia Commons)

Penutup Kepala Dokter Eropa pada Masa Black Death Abad Ke-17 Cikal Bakal Masker

Terinspirasi teori miasma akhirnya melahirkan desain topeng dokter wabah terkenal di Eropa pada tahun 1600-an, saat Maut Hitam menyapu setengah populasi di benua Eropa dan Asia. Topeng tersebut memiliki bagian yang menyerupai paruh burung, dan dilengkapi dua lubang hidung pada ujung paruh.

Bagian dalam paruh ini diisi dupa atau aneka bunga-bunga, mereka berpikir bahwa bau busuk adalah asal muasal penyakit. Menurut Christos Lynteris, dosen di Jurusan Antropologi Sosial di Universitas St. Andrews Inggris, pemikiran tersebut terus dipegang hingga awal abad ke-19. Padahal, wabah pes bubo penyebab Maut Hitam berasal dari bakteri ganas Yersinia pestis yang menginfeksi kutu.

Masker : Pelindung Kesehatan &Tren Fesyen
Masker topeng menyerupai paruh burung. (dok. IDN Times/Wikimedia Commons)

Paul Berger, Dokter Bedah Asal Prancis, Dokter Bedah Pertama Yang Gunakan Masker

Paul Berger mulai mengenakan prototipe masker bedah pertama pada tahun 1897. Namun, masker ini tak lebih dari sapu tangan yang diikatkan pada wajah. Ini digunakan untuk mencegah agar droplet batuk atau bersin dokter tak jatuh selama operasi.

Wabah Pes Bubo di Manchuria, China Utara, pada 1910 Lahirnya Prototipe Model Masker

Wabah pes bubo di Manchuria menarik perhatian internasional, dokter dari seluruh dunia pun berdatangan untuk meneliti. Kekaisaran China mengirim Wu Lien-the, pria dokter muda kelahiran Penang Malaysia, lulusan University of Cambridge. Setelah melakukan autopsi, Wu menyimpulkan bahwa udara jadi medium wabah menyebar dan bukan kutu.

Dokter Wu pun memodifikasi masker yang ia lihat semasa kuliah. Bahan utamanya adalah kain kasa dan kapas, serta ditambah lapis kain lagi demi menambah kemampuan menyaring udara. Penemuan Wu jadi sebuah terobosan, tetapi beberapa dokter masih ragu apakah masker ini manjur atau malah sebaliknya. Ada yang malah meremehkannya dengan sentimen rasial.

Masker : Pelindung Kesehatan &Tren Fesyen
Prototipe masker buatan Wu Lien-the . (dok. IDN Times/Wikimedia Commons)

Wu bertemu dengan dokter senior yang terkenal di wilayah itu, seorang dokter Prancis bernama Gérald Mesny. Wu menjelaskan kepada Gerald bahwa ia yakin wabah ini menyebabkan pneumonia dan menyebar lewat udara.

Namun dokter Prancis itu justru mempermalukan Wu, dan dalam istilah yang sangat rasis mengatakan, ‘Apa yang bisa kita harapkan dari orang Cina?’

Untuk menantang klaim Wu, Mesny mendatangi langsung pasien pes bubo di rumah sakit tanpa masker. Mesny meninggal dua hari kemudian akibat wabah.

Masker Wu Lien-the Digunakan oleh Petugas Medis hingga Warga Biasa

Masker modern buatan dokter Wu menang dalam uji empiris. Bahan-bahannya pun mudah ditemui sehingga siap dibuat. Pada Januari dan Februari 1911, produksi masker Wu meningkat puluhan kali lipat. Semua orang memakainya, mulai dari petugas medis, tentara hingga warga biasa.

Saat wabah Flu Spanyol pada tahun 1918 melanda Amerika Serikat, masker Wu sangat populer di kalangan ilmuwan dan masyarakat. Perusahaan di seluruh dunia meningkatkan produksi masker untuk membantu mengurangi penyebaran flu.

Masker N95 adalah pengembangan dari desain Wu. Selama dua Perang Dunia, para ilmuwan mengembangkan topeng gas penyaring udara yang membungkus seluruh kepala. Lantaran sarat dengan filter fiberglass, masker tersebut mulai digunakan dalam industri pertambangan demi mencegah paru-paru menghitam.

Perang Dunia I Tentara Mengenalkan Topeng Gas, Pelindung Sistem Pernapasan

Topeng gas terbukti manjur, namun orang akan merasa kepanasan saat mengenakannya. Pada dekade 1950-an, para ilmuwan memperingatkan pekerja tambang akan bahaya menghirup asbes. Namun usul mengenakan topeng gas ditolak lantaran tidak ideal dengan suhu tempat kerja mereka yang mencapai 85 derajat Celcius.

Masker N95 Tak Terpisahkan dari Alat Pelindung Diri (APD) Tenaga Medis di Garis Depan Perang Melawan Pandemi COVID-19

Jenis N95 buatan 3M Mei 1972 berbahan menggunakan polimer yang meleleh untuk lapisan serat penyaring. Muatan elektrostatik pun membuat partikel akan melekat pada serat. Masker N95 memang efektif menyaring partikel, namun lama kelamaan lubang-lubang di lapisan serat akan tersumbat oleh partikel. Karenanya, para ahli menyimpulkan N95 tak bisa dipakai lebih dari delapan jam.

Masker : Pelindung Kesehatan &Tren Fesyen
Masker N95

Masker N95 pun diperbarui seiring waktu, serta dipakai oleh tenaga kesehatan saat menangani pasien penyakit tuberkulosis. Namun, masker tersebut jarang digunakan di rumah sakit, lantaran wabah COVID-19 meluas tim medis membutuhkan alat pelindung diri yang sangat banyak masker tersebut diperlukan.

Wu, sang Bapak Masker Modern, masuk dalam nomine Nobel Prize Bidang Kesehatan pada tahun 1935. Ia meninggal di kampung halamannya pada 21 Januari 1960, di usia 80 tahun.

You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *