Mudik, Momen Ingatkan Kita akan Pulang ke Kampung Halaman-NYA. Sebuah Renungan

Mudik, Momen Ingatkan Kita akan Pulang ke Kampung Halaman-NYA Sebuah Renungan
Share this :

Mudik, sebuah kata yang sudah sangat familiar di telinga masyarakat Indonesia. Tak sekadar sebagai even tahunan, mudik merupakan gerakan moral yang melebihi fanatisme nonton bola, misalnya. Tentu wajar, minggu terakhir menjelang Idul Fitri jutaan orang dari berbagai wilayah berbondong-bondong untuk mudik. Mereka tak peduli macet, panas terik matahari, atau lelah di perjalanan. Mudik telah memberi mereka sebuah energi, memberi kekuatan, dan semangat.

Masalahnya, bukan bagi orang kampung atau orang kota, namun mudik adalah sikap tentang cara menghargai kampung halaman, tanah tumpah darah, dan bumi di mana tempat para leluhur berpijak. Mudik, merupakan tradisi yang sama sekali tak terpengaruh oleh kemajuan peradaban dan teknologi. Mau secanggih apa pun otak manusia, sehebat apa pun teknologi, mudik tetap jadi pilihan banyak orang. Ada magnet kerinduan dan memorabilia yang menyedot mereka.

Mudik, Momen Ingatkan Kita akan Pulang ke Kampung Halaman-NYA
Sebuah Renungan
Kepadatan arus lalu lintas jadikan pertimbangan kehati-hatian (foto dok. alisson)
Mudik, Momen Ingatkan Kita akan Pulang ke Kampung Halaman-NYA
Sebuah Renungan
Fisik, emosi dan sarana kendaraan harus sehat semua (foto dok. alisson)

Lebih-lebih bagi kaum perantauan, atau kaum urban yang menggapai nasib baik di tanah orang, atau di tanah seberang, daya sedot magnet itu semakin terasa hebat. Entah karena pekerjaan, pendidikan, atau demi mendongkrak status sosial, mudik itu panggilan moral untuk pulang. Perjalanan ritual untuk kembali ke kampung halaman, untuk menemukan kembali jati dirinya, asal-usulnya. Ada sesuatu yang bernilai sakral dari mudik, yakni semangat setiap orang untuk ‘pulang’.

Ke mana pun pergi, di mana pun berada, kita pasti merindukan ingin pulang. Pulang ke orangtua, meski mereka telah tiada; pulang ke kampung halaman; atau pulang tempat yang membahagiakan. Kiranya tak salah jika mudik sebagai momen untuk selalu ingat ‘pulang’. Pulang ke tempat asal, pulang ke hadirat Allah SWT kelak. Maka, siapa pun, dan di mana pun kita, sebenarnya sedang mengantre untuk pulang ke tempat keabadian. Di dunia ini tak ubahnya seperti ‘mampir ngombe’.

Mudik, Momen Ingatkan Kita akan Pulang ke Kampung Halaman-NYA
Sebuah Renungan
Peserta “Mudik Bareng” Dishub Kab. Sidoarjo (foto : AA. Diah Nike Wardani)
Mudik, Momen Ingatkan Kita akan Pulang ke Kampung Halaman-NYA
Sebuah Renungan
Petugas Dishub Kab Sidoarjo sedang mengecek data peserta “Mudik Bareng” (foto : A.A. Diah Nike Wardani)

Ada filosofi yang dalam, ada simbol yang mesti kita maknai dari peristiwa mudik. Bahwa kita pasti akan ‘pulang’. Bukan ke kampung halaman orangtua, bukan kampung tempat kita dilahirkan, namun ke kampung halaman sejatinya. Kampung halaman Allah SWT, Tuhan Maha Kuasa. Tak beda dengan pulang ke kampung halaman orangtua, kita perlu ‘bekal’ yang cukup agar kelak di kampung halaman Allah SWT kita memperoleh kebahagiaan yang abadi.

Hingga saatnya tiba, setiap manusia akan kembali ‘pulang’ ke tempat Sang Pencipta, kembali ke tempat terbaik di sisi-Nya. Mudik, sebagai peristiwa pengingat kita. Yakni dulu kita ‘tiada’, sekarang ‘ada’, dan entah kapan akan kembali menjadi ‘tiada’. Selagi belum terlambat, mumpung nyawa masih dikandung badan, mari siapkan ‘bekal’ sebaik-baiknya untuk ‘pulang’. Lebih-lebih saat ini masih dalam bulan Ramadan, kesempatan untuk kumpulkan bekal. Yakni, melipatgandakan berbuat baik dan beribadah.

Mudik, Momen Ingatkan Kita akan Pulang ke Kampung Halaman-NYA
Sebuah Renungan
Para pekerja bangunan di kawasan MERR Pandugo Surabaya carter mini bus ke Semarang (foto dok. alisson)
Mudik, Momen Ingatkan Kita akan Pulang ke Kampung Halaman-NYA
Sebuah Renungan
Para pekerja bangunan menunggu pemberangkatan (foto dok. alisson)

*

Menyoal mudik, keselamatan di jalan raya tanggung jawab bersama. Sebagai pengguna jalan dihimbau berlaku tertib saat berlalu lintas, berhati-hati saat melintas di jalanan. Jangan sampai niat dan semangat yang membara ingin cepat pulang, cepat sampai tujuan, hanya lantaran sembrono di perjalanan terjadi musibah, terjadi kecelakaan fatal sehingga berakibat menjadi ‘mudik abadi’. Maka, lebih baik terlambat beberapa saat daripada tak pernah sampai tujuan. Mengapa?

Pertama, akibat kecelakaan tentu menimbulkan berbagai kerugian, misalnya dalam bentuk psikis atau trauma, harta, atau bahkan nyawa. Di sisi lain, kecelakaan bukan berasal dari kesalahan diri sendiri, melainkan faktor kecerobohan orang lain yang abai terhadap pentingnya berhati-hati. Kedua, agar selamat sampai tujuan sehingga bisa menikmati hari kemenangan bersama keluarga di kampung halaman. Protokol kesehatan tetap dijaga, sebab kita masih hidup berdampingan dengan Covid-19.

Featured Image : A.A. Diah Nike Wardani

You may also like

8 thoughts on “Mudik, Momen Ingatkan Kita akan Pulang ke Kampung Halaman-NYA. Sebuah Renungan”

    1. Mas Santoso A.,
      Rupanya rindu kampung halaman, kampung tempat kelahiran, sudah tak terbendung yah.
      Yang penting, tetap ikuti aturan yang berlaku. Prokes dan etika di perjalanan.
      matur nuwun.

  1. Avatar
    Endang Sulistijorini

    Mudik laah….pulkam
    Tetap jaga prokes…sayang banyak saudara kita yg tak menghiraukan prokes…saat ini.
    Betapa percaya dirinya yaa…Subhanallah
    Semoga Allah senantiasa melindungi kita…Aamiiin

    1. Bu Endang Sulistijorini,
      Inggih, rupanya di mana-mana sudah mengendor tentang penerapan prokes.
      Semoga tidak terjadi loncakan covid pasca Lebaran.
      Matur nuwun.

  2. Selamat mudik, semoga memperoleh kenikmatan, kebahagiaan, bertemu berkumpul bersama sanak keluarga dan handai taulan.
    Mari kita jangan “sembrono” dlm perjalanan mudik ke “alam kalanggengan”. Agar tidak tersesat.

    1. Pak Hendro,
      Inngih, Pak. Rindu kampung kelahiran rupanya telat menyedot masyarakat kita berbondong-bondong mudik.
      Semoga tidak terjadi lonjakan covid pasca Lebaran. Mengingat prokes sudah banyak yang abai.
      Matur nuwun.

Leave a Reply to Ali Muchson Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *