Perjalanan Mengulik Kota Semarang sebagai “Venetië van Java” atau “Venesia dari Jawa” pada Masa Kolonial Belanda

Mengulik Kota Semarang sebagai "Venetië van Java" atau "Venesia dari Jawa" pada Masa Kolonial Belanda
Share this :

Kegiatan dalam Rangka #BlusukanEdan PSL (Pernak Pernik Surabaya Lama) Goes to Semarang

Membersamai PSL dalam acara bertajuk “PSL Goes to Semarang”, yakni jalan-jalan dengan tagline #blusukanedan sambil mengulik sejarah bangunan kuno peninggalan masa kolonial Belanda di Kota Semarang. Acara #blusukanedan di kota yang dulu mendapat julukan sebagai “Venetië van Java” atau “Venesia dari Jawa” diikuti sebanyak 13 orang anggota PSL, Sabtu (24/8/2024).

Julukan “Venetië van Java” atau “Venesia dari Jawa” diberikan kepada Semarang pada masa kolonial Belanda. Julukan ini muncul karena pada saat itu, Semarang memiliki jaringan kanal yang cukup luas dan berfungsi sebagai sarana transportasi air untuk berbagai keperluan, mirip dengan kota Venesia di Italia yang terkenal dengan kanal-kanalnya, di samping sebagai pengendali banjir.

Jaringan kanal membuat Semarang memiliki kesan yang eksotis dan indah, mirip Venesia, sehingga mendapat julukan tersebut. Meski dahulu banyak kanal di Kota Semarang, namun kini telah berubah alih fungsi, bahkan sudah tertutup atau tertimbun seiring dengan perkembangan tata kota, julukan ini masih diingat sebagai bagian dari sejarah dan identitas Kota Semarang.

Lantaran paket blusukan kali ini ramah di dompet dan tidak menginap, saya harus bangun pada hari Sabtu dini hari pukul 03.00., tentunya juga teman-teman yang lain untuk kumpul di dua meeting point yang telah disepakati. Meeting point pertama di belahan Surabaya Timur pukul 04.00, sekalian menunggu Salat Subuh, start pukul 04.30. Keduanya, di belahan Surabaya Barat pukul 05.00.

Sepagi itu, Anda tak perlu bertanya apakah kami sempat sarapan? Rumput bergoyang pun saya rasa akan menjawab, “Belum sempatlah, ya!” Ko Adjie Wahjono, yang dapat titel sebagai Menpar PSL, menjadwalkan kami sarapan pagi di Warung Soto Daging Sapi Bu Hadi di tepi Jalan Karonsih 1 Solo. Keberadaan warung ini sejak 1972, generasi pertama nenek Sie Djie Nio, kini dipegang generasi kedua, Ko Tiong Djieo (61).

Kami tiba di Solo pukul 08.00. dan langsung menuju warung tersebut. Tujuan ke warung ini sebenarya atas referensi dan sponsor Engkong Hartono Widjaya. Sayangnya beliau gagal ikut acara blusukan ke Kota Semarang, lantaran kondisi kurang baik-baik saja. Tenyata benar adanya, taste soto daging ini seger, dalam kuah selain daging ada kecambah, potongan tomat dan belimbing wuluh.

Taste Soto Daging Bu Hadi Solo memang enak, kuahnya seger dan tidak bikin eneg!” teriakan dalam video usai sarapan soto tersebut yang langsung dikirimkan kepada Engkong Hartono sebagai sporsor sarapan pagi.

Jangan heran dulu, tempatnya sempit di pinggir mulut jalan, namun dengan pelayanan cepat, ketiga belas dari kami tak menunggu lama. Meski harga terbilang ramah, tentang rasa tak usah ragu. Saat menyantap soto daging sapi ini, Anda bisa tambah aneka dedagingan seperti koyor, kisi maupun lidah, dan lain-lain yang sudah dibumbu. Tentu ada tambahan yang mesti Anda bayar.

Di PSL goes to ini berprinsip ‘watwet dan satset’, usai sarapan bergegas naik mobil, lanjutkan perjalanan ke tujuan utama. Kota Semarang. Singkat kata, pukul 11.00 lebih sekian kami tiba di kota yang disebut dalam bagian pantun dari lirik lagu “Jangkrik Genggong”, yakni “Semarang kaline banjir”, yang dipopulerkan Waldjinah pada tahun 1968.

Sesuai itinery, bila situasi dan kondisi baik-baik saja, di kota ini kami blusukan di Rumah Flatteran, Lawang Sewu, makan siang di IBC, lanjut Oud en Niew by Toko Oen, Gereja Gedangan, Dharma Roastery, dan Kelenteng Hwie Wie Kiong. Untuk obyek-obyek tersebut, saya tak akan menjelaskan di artikel ini, namun akan dibuat artikel tersendiri secara berurutan. Mohon sabar dulu.

Mengakhiri tulisan ini, ada catatan terima kasih dari para peserta, pertama kepada Engkong Hartono Widjaja atas traktiran sarapan pagi di Solo. Kedua kepada Bu dr. Dhini atas traktiran makan siang di IBC (Ikan Bakar Cianjur) Jalan Letjen Suprapto 19, Semarang Kota Lama. Keduanya kebetulan berulang tahun pada bulan Agustus, Engkong Hartono Widjaja pada tanggal 4, sedangkan Bu dr. Dhini pada tangal 12. Barokallaah kembali kepada beliau berdua. Aamiin.

Tangkapan Mata Lensa
Perjalanan Mengulik Kota Semarang sebagai “Venetië van Java”

Sarapan di Warung Soto Daging Sapi Bu Hadi Solo

Mengulik Kota Semarang sebagai "Venetië van Java" atau "Venesia dari Jawa" pada Masa Kolonial Belanda
Mengulik Kota Semarang sebagai "Venetië van Java" atau "Venesia dari Jawa" pada Masa Kolonial Belanda
Mengulik Kota Semarang sebagai "Venetië van Java" atau "Venesia dari Jawa" pada Masa Kolonial Belanda
Mengulik Kota Semarang sebagai "Venetië van Java" atau "Venesia dari Jawa" pada Masa Kolonial Belanda
Mengulik Kota Semarang sebagai "Venetië van Java" atau "Venesia dari Jawa" pada Masa Kolonial Belanda
Mengulik Kota Semarang sebagai "Venetië van Java" atau "Venesia dari Jawa" pada Masa Kolonial Belanda

Makan Siang di IBC Semarang Kota Lama

Mengulik Kota Semarang sebagai "Venetië van Java" atau "Venesia dari Jawa" pada Masa Kolonial Belanda
Mengulik Kota Semarang sebagai "Venetië van Java" atau "Venesia dari Jawa" pada Masa Kolonial Belanda
Mengulik Kota Semarang sebagai "Venetië van Java" atau "Venesia dari Jawa" pada Masa Kolonial Belanda
Mengulik Kota Semarang sebagai "Venetië van Java" atau "Venesia dari Jawa" pada Masa Kolonial Belanda
Mengulik Kota Semarang sebagai "Venetië van Java" atau "Venesia dari Jawa" pada Masa Kolonial Belanda
Mengulik Kota Semarang sebagai "Venetië van Java" atau "Venesia dari Jawa" pada Masa Kolonial Belanda
Mengulik Kota Semarang sebagai "Venetië van Java" atau "Venesia dari Jawa" pada Masa Kolonial Belanda
Mengulik Kota Semarang sebagai "Venetië van Java" atau "Venesia dari Jawa" pada Masa Kolonial Belanda
Mengulik Kota Semarang sebagai "Venetië van Java" atau "Venesia dari Jawa" pada Masa Kolonial Belanda
Mengulik Kota Semarang sebagai "Venetië van Java" atau "Venesia dari Jawa" pada Masa Kolonial Belanda
Mengulik Kota Semarang sebagai "Venetië van Java" atau "Venesia dari Jawa" pada Masa Kolonial Belanda
Mengulik Kota Semarang sebagai "Venetië van Java" atau "Venesia dari Jawa" pada Masa Kolonial Belanda

You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *