Surabaya – Komunitas PSL (Pernak-Pernik Surabaya Lama), yang dikenal dengan hashtag-nya #BlusukanEdan, kembali menunjukkan komitmennya untuk melestarikan sejarah arsitektur kuno sambil berbagi kebaikan. Komunitas ini menggelar kegiatan blusukan ke Panti Werdha Usia di Jalan Undaan Kulon 7 Surabaya, yang dikenal pula dengan Rumah Tuan Polack, Minggu (21/12/2024) pagi.
PSL selama ini dikenal sebagai komunitas yang aktif menggali sejarah arsitektur kuno di Surabaya, pun di luar Surabaya. Konsep jalan-jalan sambil blusukan, mengulik selain sisi arsitektur, juga tradisi, kuliner, hingga pernak-pernik lainnya. Hashtag #BlusukanEdan menjadi identitas unik yang menggaungkan semangat melestarikan sejarah, khususnya arsitektur kuno.
Prawita (74), ketua pengurus Panti Werdha Usia, menuturkan banyak hal tentang suka maupun duka mengurusi orang-orang yang usianya rata-rata di atas 60 tahun. Selain fokus pada urusan yang menyangkut kebutuhan akan hajat hidup sehari-hari, dan juga tentang kesehatan fisik dan mental para warga panti yang berasal dari berbagai latar belakang sosial, dan karakter yang beragam.
“Suka dan duka tentu banyak, lantaran sudah menjadi komitmen pengurus untuk mendarma baktikan diri di Panti Werdha Usia, apa pun itu yang dialami selalu dinikmati saja,” tutur pria yang sejak tahun 2005 sebagai pengurus Panti Werdha Usia saat menerima kunjungan anggota PSL.
Chrisayandi Tri Kartika, pendiri komunitas PSL sekaligus pustakawan di Universitas Ciputra Surabaya, menjelaskan bahwa kunjungan ini merupakan bagian dari agenda tahunan komunitasnya. Selain #BlusukanEdan ke bangunan kuno bernilai sejarah, komunitasnya juga menyisipkan kegiatan bakti sosial, khususnya menjelang perayaan Natal dan Idul Fitri.
“Agenda ini tak hanya menggali jejak sejarah bangunan kuno, tetapi juga membawa misi sosial menjelang perayaan Natal 2024. Kami ingin berbagi kebahagiaan dengan mereka,” jelasnya.
Kegiatan seperti ini, lanjut Chrisyandi Tri Kartika, ibarat peribahasa ‘Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui.’, yakni dalam bergiat, komunitasnya selain bisa menelusuri jejak sejarah bangunan kuno, juga sambil berdonasi, berbagi kebahagiaan dengan sesama warga Panti Werdha Usia, yang usianya minimal 60 tahun, dan tak mempunyai anak ketika diterima di panti ini.
Kegiatan di Panti Werdha Usia ini berlangsung hangat. Para anggota PSL diterima dengan sambutan hangat oleh para pengurus dan para warga panti. Sambil menikmati suasana gedung bersejarah, mereka berbincang dan berbagi cerita dengan para lansia, bahkan bernyanyi bersama. Donasi menjadi simbol kebersamaan sekaligus dukungan moral bagi warga panti di saat jelang Natal, tambahnya.
“Dengan kegiatan seperti ini, PSL menunjukkan bahwa menjaga warisan budaya bisa dilakukan sambil menyebarkan semangat kepedulian sosial bagi masyarakat. Momentum Natal pun menjadi lebih bermakna melalui aksi nyata untuk berbagi cinta dan kebahagiaan,” pungkas pria pehobi fotografi.
Sekilas Rumah Tuan Polack
Mengutip buku Hikajat Soerabaia Tempo Doeloe karya Dukut Imam Widodo (2009), Tuan Polack memiliki dua rumah yang sampai sekarang masih bertahan. Rumah pertama di Jalan Undaan Kulon 9 Surabaya, saat ini menjadi Panti Asuhan Anak Yatim Piatu Undaan. Tepat di sebelahnya, ada sebuah rumah yang saat ini menjadi Panti Werdha Usia, di Jalan Undaan Kalon 7 Surabaya.
Rumah ini oleh warga sekitar disebut dengan Rumah Tuan Polak. Perkampungan di samping dan belakang rumah ini juga mengabadikan nama Tuan Polak sebagai nama kampung, yaitu Kampung Polak Wonorejo. Sebuah masjid di sampingnya juga bernama Masjid Polak.
Nama Polak diambil dari nama sang pemilik rumah, yakni Henry Johannes Real Polack, pria berdarah Jerman yang menikahi perempuan pribumi, Asih Sumarni. Polack hidup pada awal abad ke-20 di Undaan. Tuan Polack yang dimaksud ini adalah generasi kedua dari marga Polack yang tinggal di rumah ini.
“Keluarga Polack sangat berkesan di mata warga, beberapa orang yang sudah sepuh/tua akan selalu teringat akan kebaikan beliau. Dia itu orang kaya dan terpandang, tetapi tidak rikuh bergaul dengan warga kampung. Semua warga bilang begitu,” ujar seorang pengurus Yayasan Panti Werda Usia di Undaan Kulon, Surabaya (Widodo 2001, 99).
Tuan Polack, dia dikenal sebagai tuan tanah, pengusaha perkebunan dan taksi. Dia menguasai tanah Undaan yang kemudian menjadi Kampung Polak Wonorejo. Polack dikenal dermawan. Warga Polak Wonorejo menyebut Masjid Polak di Plampitan dibangun atas sumbangan Tuan Polack.
Namun, akhir hidupnya tragis. Saat Jepang masuk menduduki Surabaya, semua orang kulit putih ditawan, termasuk Polack. Dia dipindah-pindah dari Lowokwaru, Ambarawa, hingga Ngawi. Pada tahun 1945 Polack dibebaskan dari Ngawi, tetapi dia tidak pernah kembali ke rumah. Jasadnya pun hingga kini tidak ditemukan.
Selain berkunjung #BlusukanEdan di Panti Werdha Usia, anggota PSL sempat bergeser untuk sekadar mampir di Rumah Tuan Polack di Jalan Undan Kulon 9, yang sekarang menjadi Panti Asuhan Anak Yatim Piatu Undaan. Antara kedua Tuan Polack yang sekarang menjadi panti ini berdampinan, Panti Werdha Usia di Jalan Undaan Kulon 7 Surabaya, sedangkan Panti Asuhan Anak Yatim Piatu Undaan di Jalan Undaan Kulon 9 Surabaya.
“Kedua bangunan Rumah Tuan Polack ini sudah masuk cagar budaya. Tua bangunannya, tua sejarahnya, pun tua-tua para penghuninya,” seperti kata Stefanus Nuradi di akun facebooknya.
Hadir anggota PSL pada #BlusukanEdan di Panti Werdha Usia Jalan Undaan Kulon 7 Surabaya yakni Chrisnyandi Tri Kartika, Stefanus Nuradhi, Sylvi Mutiara, dr. Dhini, Teguh, Ongko, Mak Ririe, Yudi, Lala, Agris, Niken, Devi, dan Ali Muchson.
Tangkapan Mata Lensa
PSL Gelar #BlusukanEdan dan Bakti Sosial di Panti Werdha Usia, Rumah Tuan Polack
