Sebenarnya PSL (Pernak Pernik Surabaya Lama) sudah beberapa minggu lalu acara blusukan yang dikemas dengan tajuk “PSL Goes to Lasem”. Lantaran berbagai hal, dan seringnya saya pribadi suka blakrakan tak jelas, pokok’e nuruti karepe ati, sehingga seri artikel terpaksa tertunda. Kiranya bisa dimaklumi, yang penting masih ada kesempatan untuk menulis. Kini, tentang Batik Lasem.
Lasem, disebut sebagai “Little Tiongkok” sebuah destinasi wisata penuh kearifan lokal di pesisir utara Jawa Tengah tak hanya kawasan permukiman Pecinan yang terkenal, namun Lasem juga sangat dikenal dengan sebutan Kota Batik. Seiring waktu, Lasem menjadi Kota Batik yang produksinya terkenal hingga mancanegara.
Kehadiran kain bermotif tersebut tak sekadar hanya untuk memperindah penampilan berbusana seseorang, namun lebih dari itu. Batik tak hanya bernilai seni, namun penuh dengan makna filosofis di setiap motifnya. Berlatar itu, PSL (Pernak-Pernik Surabaya Lama) mengagendakan blusukan di pengrajin batik saat “PSL Goes to Lasem”, Sabtu – Minggu (8 – 9/7/2023).
Berbicara batik, mayarakat di negeri ini tentu tak asing lagi dengan kain bermotif itu. Melalui perjalanan panjang, akhirnya batik Indonesia diakui UNESCO (United Nation Educational Scientific and Cultural Organization) sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi atau Masterpieces of the Oral and the Intangible Heritage of Humanity pada 2 Oktober 2009 lalu. Batik, selain menambah citra keanggunan berbusana, ia juga sebagai jati diri busana bangsa Indonesia.
Batik Lasem
Dikutip dari berbagai sumber, disebut batik Lasem lantaran pengrajin batik ini berasal dari kawasan Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Batik Lasem awalnya dipengaruhi oleh budaya Tionghoa di Lasem pada abad ke-17. Para pedagang Tionghoa yang bermukim di sana membawa kain sutra, kemudian mencoba memproduksi batik dengan teknik yang mereka kuasai. Sebenarnya warga Lasem sejak zaman Majapahit sudah membatik.
Batik Lasem berkembang pesat lantaran berkat akulturasi budaya antara budaya Tionghoa dan Jawa, sehingga menghasilkan ciri motif yang khas dan elegan. Kehadiran batik Lasem menjadi salah satu kekayaan budaya Indonesia yang dikenal tak hanya oleh masyarakat Indonesia, namun masyarakat dunia juga. Salah satu tokoh terkenal di perbatikan Lasem yakni Sigit Witjaksono.
Batik Sekar Kencana
Rumah Batik Sekar Kencana adalah salah satu objek yang dikunjungi “PSL Goes to Lasem” , dengan dipandu Baskoro Pop, dari Yayasan Lasem Heritage. Tujuannya ingin melihat dari dekat bagaimana proses pembuatan dan koleksi batik dengan berbagai motifnya. Ada motif Latohan Klasik, motif Sekar Jagat, motif Kipas Burung Hong, dan motif Watu Pecah yang merupakan motif batik khas Lasem.
Tak hanya mewariskan bangunan kuno khas arsitektur Tiongkok, Sigit Witjaksono juga mewariskan rumah batik yang dikenal dengan nama Batik Sekar Kencana. Ini merupakan rumah batik yang memproduksi batik Lasem dari generasi ke generasi. Sedangkan Sigit Witjaksono termasuk salah satu maestro batik dan tokoh penting bagi pengrajin batik Lasem. Rumah batiknya kini diserahkan Rini Safitri, anak ketiganya dari empat bersaudara.
Sylvi Mutiara, salah satu kolektor Batik Sekar Kencana, yang juga peserta “PSL Goes to Lasem”, menuturkan bahwa batik karya Sigit Witjaksono mempunyai ciri khas tersendiri, yaitu ada aksara Tiongkok dan memiliki arti yang jika dimaknakan bagus untuk kehidupan kita, memberikan sugesti. Selain itu, ada tulisan “Batik Tulis Sigit Witjaksono” di dekat tumpalnya sebagai tanda brand resminya.
“Tulisan ‘Batik Tulis Sigit Witjaksono’ pada setiap lembar kain tersebut sangat cocok bagi para kolektor batik karena ada nama asal kain batik dibuat,” tuturnya.
Aksara Tiongkok, lanjutnya, dibingkai bulat sehingga tetap tampak menonjol di sela-sela motif batik. Sinografi dalam batik produksi Sekar Kencana tak dibiarkan menjadi aksen semata, namun keberadaannya tetap dimaknai secara utuh sebagai sebuah kalimat. Bahkan, makna kalimat itu dituliskan pada secarik kertas kecil yang menyertai kemasan batik, sehingga pembeli tahu maknanya.
“Seperti salah satu kain batik yang saya koleksi, makna dari sinografi dituliskan di secari kertas begini, “Seisi Rumah Selamat Sentosa Segala Macam Usaha Sesuai Yang Dikehendaki”. Harapannya, siapa yang memakai kain ini bisa dapat sugestinya,’’ tambah Sylvi Mutiara.
Motif-motif batik Sigit Witjaksono, menurutnya, terinspirasi dari alam dan lingkungan sekitarnya, serta unsur-unsur budaya Tionghoa dan Jawa yang hadir di Lasem. Lantaran berbahan kain primis, semua kain batik produksi Sigit Witjaksono atau Sekar Kencana itu berasa adem semua jika dipakai. Jadi, nyaman dan cocok sekali ketika dipakai di negara tropis seperti Indonesia.
Perpaduan budaya Tionghoa – Jawa tampak pada kerumitan desain batik Sekar Kencana. Misalnya, muncul motif-motif binatang mitologis Tionghoa. Ada kilin, naga, atau burung feng huang (phoenix). Motif-motif tersebut tetap dipadukan dengan motif sulur-suluran atau geometris berulang khas Jawa. Seperti bentuk dasar motif parang atau kawung, pungkas perempuan pehobi blusukan di tempat-tempat bernilai sejarah.
Biarkan Foto Bicara
PSL Goes to Lasem, 8-9 Juli 2023
tulisan yg ini benar2 mengajak sayamengenal batik Lasem dengan ciri khususnya…trima kasih foto2nya Pak Ali….kok ngga terlihat ya fotografernya