‘PSL Goes to Lasem’, Mengulik Kearifan Lokal, Kultur Toleransi, dan Wisata Lasem. Begini Sejarahnya

‘PSL Goes to Lasem’, Mengulik Kearifan Lokal, Kultur Toleransi, dan Wisata Lasem. Begini Sejarahnya.
Share this :

Ibarat boneka cantik, Lasem telah mampu menarik perhatian semua kalangan, tak hanya para wisatawan lokal, regional, nasional, bahkan tak sedikit wisatawan manca negara. Potensi kultur, kearifan lokal, peninggalan sejarah, dan wisata Lasem sangat luar biasa. Bak boneka cantik, Lasem sebagai kota tua, menjadi salah satu ikon Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.

Bersama PSL (Pernak-Pernik Surabaya Lama) dalam acara bertajuk “PSL Goes to Lasem”, yakni jalan-jalan sambil mengulik sejarah Lasem yang dikenal sebagai “Tiongkok kecil” atau “Little Chinatown”, lantaran merupakan kota awal pendaratan orang Tiongkok di tanah Jawa. Rombongan terdiri atas 24 anggota, tur pendek selama dua hari, Sabtu-Minggu (8-9/7/2023).

Lasem, salah satu kecamatan di Kabupaten Rembang, letaknya yang dilewati oleh jalur pantura, menjadikannya tempat strategis dalam bidang perdagangan dan jasa. Luas wilayah mulai dari pesisir Laut Jawa hingga ke selatan, sebelah timur terdapat gunung Lasem. Wilayahnya seluas 4.504 ha, 505 ha sebagai pemukiman, 281 ha lahan tambak, dan 624 ha hutan milik negara.

‘PSL Goes to Lasem’, Mengulik Kearifan Lokal, Kultur Toleransi, dan Wisata Lasem. Begini Sejarahnya.
Kelenteng Cu An Kiong
‘PSL Goes to Lasem’, Mengulik Kearifan Lokal, Kultur Toleransi, dan Wisata Lasem. Begini Sejarahnya.
Pondok Pesantren Kauman
‘PSL Goes to Lasem’, Mengulik Kearifan Lokal, Kultur Toleransi, dan Wisata Lasem. Begini Sejarahnya.
Masjid Jamik Lasem

Berbicara kultur, Lasem sebagai potret kecil Indonesia yang dikenal Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda namun tetap satu. Berbeda bukan berarti timbul berkonflik. Berbeda adalah tentang kerukunan, saling memdukung, dan mencintai perbedaan itu sendiri. Maka, toleransi menjadi hal utama yang menjadi ciri khas wilayah yang dikenal dengan kerajinan batik pesisir ini.

Mengutip dari buku “Situs Perahu Kuno Punjulharjo”Disbudpar Kabupaten Rembang, bentuk toleransi dan kerukunan tak dapat dilepas dari sejarah sosial di Rembang. Secara historis, pedagang China sudah bermukim di Lasem sejak adanya jalur perdagangan rempah di Nusantara. Diperkirakan sejak abad XI telah ada permukiman pedagang China yang menetap dan kawin dengan bumiputra di sekitar Sungai Lasem.

Membicarakan tentang akar toleransi dan pergerakan sosial di Lasem, hal itu tak dapat dilepaskan dengan peristiwa “Geger Pecinan atau Tragedi Angke (Chinezenmoord)” yang terjadi di Batavia pada 1740. Tragedi bulan Oktober adalah upaya VOC untuk mengurangi populasi etnis China di Batavia, yakni dengan mengirim mereka ke wilayah koloni VOC di Sri Lanka dan Afrika Selatan.

‘PSL Goes to Lasem’, Mengulik Kearifan Lokal, Kultur Toleransi, dan Wisata Lasem. Begini Sejarahnya.
Pose malam di Jalan Karangturi IV/5 Lasem, Rembang
‘PSL Goes to Lasem’, Mengulik Kearifan Lokal, Kultur Toleransi, dan Wisata Lasem. Begini Sejarahnya.
Pose buru-buru ada kendaraan lewat, Jalan Karangturi IV/5 Lasem, Rembang
‘PSL Goes to Lasem’, Mengulik Kearifan Lokal, Kultur Toleransi, dan Wisata Lasem. Begini Sejarahnya.
Pose malam di Jalan Karangturi IV/5 Lasem, Rembang

Di tengah ketegangan etnis China, beredar isu bahwa orang-orang China yang dikirim ke daerah koloni tersebut dilempar ke laut sebelum kapal sampai tujuan. Isu tersebut membuat suasana tak kondusif, dan memicu timbulnya gerakan perlawanan di sejumlah lokasi strategis VOC. Pada 9 Oktober 1740, Gubernur Jenderal Valckenier mengerahkan pasukan untuk membersihkan etnis China di Batavia.

Tak kurang dari 10.000 etnis China tewas, ratusan luka berat, dan lebih dari 700 rumah dijarah dan dirusak. Agar tak jadi korban, orang-orang China yang selamat, menyelamatkan diri ke luar dari Batavia, yakni ke Semarang dan Lasem. Di Lasem, mereka di terima oleh Tumenggung Widyaningrat dan diizinkan membangun perkampungan baru di Karangturi, Pereng dan Soditan.

Para pengungsi disambut dengan baik, sebagian besar mereka terbiasa bekerja di bidang perdagangan dan pelabuhan yang menjadi nafas ekonomi Lasem. Sedangkan Tumenggung Widyaningrat adalah keturunan China bernama Oei Ing Kiat, ia diangkat sebagai tumenggung pada 1727. Oei Ing Kiat sebelumya bekerja sebagai ‘dampoawang’ atau syahbandar di Pelabuhan Lasem.

Persatuan dan persaudaraan akibat persamaaan nasib dan keinginan untuk melepaskan belenggu dan cengkeraman VOC terjalin hubungan yang unik antarkelompok keturunan China, pribumi, dan santri. Hubungan semacan ini belum tentu di wilayah lain di Nusantara pada masa itu. Hal ini jadi mempertegas bahwa Lasem sebagai bandar yang terbuka dan penuh toleransi hingga saat ini.

‘PSL Goes to Lasem’, Mengulik Kearifan Lokal, Kultur Toleransi, dan Wisata Lasem. Begini Sejarahnya.
Tak ketinggalan sang bapak-bapak, siap mencolot jika ada kendaraan lewat
‘PSL Goes to Lasem’, Mengulik Kearifan Lokal, Kultur Toleransi, dan Wisata Lasem. Begini Sejarahnya.
UMKM di Kampung Karangturi Lasem, Rembang
‘PSL Goes to Lasem’, Mengulik Kearifan Lokal, Kultur Toleransi, dan Wisata Lasem. Begini Sejarahnya.
UMKM batik pesisir, Oemah batik Lasem

Keragaman, kerukunan, dan toleransi saat ini diwujudkan dalam kegiatan sehari-hari yang ada di masyarakat Lasem. Pernikahan keturunan China dengan pribumi, atau bahkan dengan santri bukan hal aneh di sana. Salah satu contoh, di Desa Karangturi, hubungan antaretnis terjalin baik di sektor ekonomi dengan banyaknya sentra batik Lasem, yang dikenal dengan batik pesisir.

Baskoro Pop, Yayasan Lasem Heritage, menuturkan bahwa tentang pecinan calon kawasan cagar budaya nasional adalah pada satu titik pecinan di daerah Lasem itu muncul rumah-rumah yang bertembok. Jadi ada temboknya. Rumah-rumah dengan arsitektur bergaya aksitektur ekor walet di Lasem, muncul juga mungkin di kota-kota lain. Sebelum tahun 1800 sudah banyak orang kaya di Lasem.

‘PSL Goes to Lasem’, Mengulik Kearifan Lokal, Kultur Toleransi, dan Wisata Lasem. Begini Sejarahnya.
Baskoro Pop, Yayasan Lasem Heritage

“Pada perkembangan berikutnya di Lasem, setelah 1800 an muncul rumah khas yang disebut rumah geladak. Saat ini kondisinya masih ada sekitar 35 rumah. Ketika zaman kolonial antara 1840 hingga 1914 an muncul bangunan berpengaruh kolonial. Itulah salah satu alasan Pecinan Lasem dijadikan calon kawasan cagar budaya nasional,” pungkasnya.

Untuk mengetahui ke mana saja objek yang dikunjungi “PSL Goes to Lasem”, alisson.id merencakan memposting artikel secara berseri atau berkelanjutan. Di antaranya objek Warung Nyah Lasem, Kelenteng Cu An Kiong, Rumah Pabrik Tegel, Rumah Batik Sekar Kencana, Kelenteng Gie Yong Bio, Rumah Opa Jun, Rumah Belakang, Hotel Antika, Museum Kartini, Rumah Candu, dan Lontong Tuyuhan.

‘PSL Goes to Lasem’, Mengulik Kearifan Lokal, Kultur Toleransi, dan Wisata Lasem. Begini Sejarahnya.
Foto bersama di Oemah Merah Heritage Lasem pagi sebelum check out
‘PSL Goes to Lasem’, Mengulik Kearifan Lokal, Kultur Toleransi, dan Wisata Lasem. Begini Sejarahnya.
Foto bersama di Oemah Merah Heritage Lasem pagi sebelum check out
‘PSL Goes to Lasem’, Mengulik Kearifan Lokal, Kultur Toleransi, dan Wisata Lasem. Begini Sejarahnya.
Foto bersama di Oemah Merah Heritage Lasem pagi sebelum check out

You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *