……………………………….
Why would I come back to you
If you don’t need me to?
I’ll be losing you
And you’ll be losing me
……………………….
Salah satu bait dari lagu “Losing Us”, salah satu soundtrack dari film The Architecture of Love yang dibawakan oleh Raissa Anggiani yang menggambarkan tentang bagaimana hancurnya perasaan seorang perempuan setelah dikhianati oleh pasangannya sendiri. Padahal awalnya, hubungan mereka penuh dengan cinta yang berbunga-bunga.
The Architecture of Love (TAoL), film karya besutan dari sutradara Teddy Soeriaatmadja yang diadaptasi dari novel dengan judul yang sama oleh penulis Ika Natassa, adalah salah satu alternatif pilihan film dengan genre romantis bagi penonton. Film tersebut dengan pemeran utama Putri Marino dan Nicholas Saputra telah mulai tayang di bioskop pada Selasa (30/4/2023).
The Architecture of Love, suatu kisah yang mempertemukan Raia Risjad (Putri Marino), seorang penulis terkenal, dengan River Jusuf (Nicholas Saputra), seorang arsitek, pada suatu pesta. Keduanya berlatar belakang sama-sama mengalami kesedihan dan deraan kekecewaan lantaran perpisahan dengan pasangan masing-masing.
Perceraian lantaran suaminya, Alam (Arifin Putra), selingkuh, Raia putus asa dan bertolak ke New York untuk mengatasi kebuntuan dalam menulisnya, alias writer’s block di tengah pengerjaan buku terbarunya. Di New York, ia bertemu dengan River Jusuf yang sedang berusaha mengatasi kesedihan setelah istrinya yang sedang hamil tewas dalam kecelakaan mobil.
Raia awalnya berusaha dijodohkan oleh temannya, Erin (Jihane Almira) dengan Aga (Jerome Kurnia) yang ternyata ialah adik dari River. Bumbu cinta segitiga antarketiganya menjadi hiburan tersendiri bagi penonton. Jika dicermati dari plot, TAoL adalah film romantis seperti film kebanyakan. Meski arah ending bisa ditebak, secara umum film menarik dan enak untuk ditonton.
Layaknya film-film romantis, TAoL banyak qoute dan dialog klise sebagai bumbunya. Meski beberapa momen membuat penonton merasa gemas dengan kisah cinta Raia dan River yang datang dan menghilang, dan penuh misteri. Pun Aga, dalam suatu momen River pun akhirnya menjadi tahu bahwa Aga ternyata juga menyukai wanita yang sama.
Ketika Raia mengetahui siapa sesungguhnya yang rutin mengirimkan bunga untuk dirinya, penonton seolah disajikan sebuah plot twist atau kejutan dalam cerita. Teddy Soeriaatmadja berhasil membawa penonton merasakan denyut jantung dan pemikiran yang sama dengan perasaan Raia dan River. Juga keberanian Diaz, pengirim bunga, menyatakan perasaannya.
“The Architecture of Love, film yang explore tentang kota New York dari dimensi arsitektur, menjadikan saya teringat kota itu, dan suatu saat ingin balik lagi ke sana,” ujar Aries Prasetya, yang menraktir saya menonton, Sabtu (4/5/2024) siang.
Selain Jakarta, sebagian besar adegan The Architecture of Love mengambil latar tempat di New York. Penonton diajak explore untuk melihat banyak pemandangan kota New York selama menonton film ini. New York benar-benar menjadi poin terbesar yang membuat visual film ini terasa begitu nyaman untuk ditonton. Pun film ini hadir dengan color grading yang benar-benar enak dipandang mata, ujarnya.
Dialog dalam film ini gampang dicerna, tambahnya, yakni dialog yang mungkin saja dialami oleh penonton dalam kehidupan cinta masing-masing. Seperti ketika River mengajak Raia berkeliling New York, menceritakan sejarah di balik bangunan-bangunan itu. Saat mereka keliling New York, penonton seolah diajak memorabilia saat kencan masing-masing, meski tidak berlangsung di New York. Mungkin saja di Tunjungan, atau mana sajalah.
“Akting pemeran peraih Piala Citra, Nicholas Saputra dan Putri Marino, merupakan salah satu kekuatan dari film percintaan ini. Mereka dapat menunjukkan dinamika orang yang menghadapi kekecewaan, trauma dan kesepian,” pungkas pria salah satu pengajar di SMA Negeri 22 Surabaya yang pernah mengenyam pendidikan di Korea Selatan.
Memang, jika diamati dari seni peran, The Architecture of Love memang tak terlalu menonjolkan ekspolarasi akting dari para bintang utama. Putri Marino, Nicholas Saputra, dan Jerome Kurnia tampil mengalir begitu saja. Nicholas Saputra memerankan sosok yang dingin dan misteri, sedangkan Putri Marino menjadi sosok wanita yang terombang ambing perasaanya lantaran cinta.
Menurut saya secara keseluruhan sih, The Architecture of Love adalah film genre romantis dengan chemistry yang apik yang diperankan oleh tokoh utama, sederhana namun tetap menarik untuk ditonton. Dialog dan adegan yang mungkin saja terjadi di kehidupan cinta pada umumnya, yang terjadi di kehidupan manusia, sehingga penonton dengan mudah ‘nyambung’ dan menikmati film.
Selain lagu “Losing Us”, film ini mengusung soundtrack lagu “Falling For You” yang dibawakan oleh Pepita Salim yang mengangkat tema tentang cinta, mencoba menggambarkan perasaan seseorang ketika sedang jatuh hati, dan lagu “Here We Go Again” yang dibawakan oleh Ardhito Pramono. Lewat lagu ini, ia ingin bercerita tentang obsesi yang dimiliki oleh pasangan secara berlebihan.
Quotes Inspiratif dalam The Architecture of Love
Beberapa dialog dalam film The Architecture of Love bisa kita cermati ada beberapa quote yang inspiratif sebagai penyulut semangat bagi yang mau move on dari problematik cinta, seperti rangkuman dari www.popmama.com, di antaranya:
“Sejauh apa pun kita melangkah, kita tidak dapat melupakan masa lalu,” Kata River
Dalam dialog tersebut, River mengingatkan pada kita bahwa selamanya di dalam hidup, setiap manusia akan berhadapan dengan masa lalu. Maka perlu diingat, jika masa lalu merupakan bagian dari perjalanan kehidupan yang harus dijalani oleh setiap orang.
“Karena kenangan baru bikin kita bangkit bahagia,”, kata Aga
Kepahitan dan keterpurukan yang yang dialami pada masa lalu bisa saja membuat seseorang sulit untuk bangkit kembali. Perlu proses untuk menciptakan kenangan dengan seseorang yang baru agar bisa bangkit dan bahagia saat menjalani kehidupan mendatang.
“Cinta adalah anugerah dan patah hati adalah musibah, and thats a life,” kata Erin
Cinta dan patah hati. Cinta merupakan anugerah yang pasti pernah dirasakan oleh setiap manusia. Namun, patah hati dikategorikan sebagai musibah yang menyakitkan dan bisa membuat siapa saja menjadi trauma.
“Hati manusia bisa menampung begitu banyak cinta. Tanpa melupakan cinta yang pernah ada,” kata Ibu River
Cinta yang pernah hadir di dalam kehidupan seseorang memang sulit tergantikan. Hal ini menyadarkan bahwa cinta bisa bersarang dengan banyak di hati setiap manusia. Dengan cinta yang pernah ada, tentu tidak akan membuat cinta yang baru saja hadir tak harus membuatnya sirna.
“Mencintai punya kuasa untuk menyembunyikan yang pahit-pahit, dan menampakkan yang manis-manis,” kata Raia.
Mencintai menjadi bagian dari romansa manusia yang manis pahitnya akan menyembunyikan dan menampakkan segala hal. Raia akan membuat banyak orang sadar tentang mencintai membuat seseorang terlihat baik-baik saja di depannya. Namun, siapa sangka kalau di dalam lubuk hati terdalam menyimpan segala misteri tentang rasa sakit.
“Berani mencintai saja sudah terasa begitu bebas,” kata Diaz.
Mencintai seseorang membutuhkan keberanian untuk menyatakan perasaan kepada si dia. Mencintai seseorang bisa saja akan bertemu pada penolakan. Namun, dengan berani dan menyatakan perasaan seperti yang dilakukan Diaz tentu akan membuat dirinya merasa terbebas dari perasaan terpendam.
Film The Architecture of Love didukung olem pemeran yang tak asing, yakni Putri Marino sebagai Raia Risjad, Nicholas Saputra sebagai River Jusuf, Jihane Almira sebagai Erin, Jerome Kurnia sebagai Aga, Agla Artalidia sebagai Andara, Imelda Therinne sebagai Muthia, Omar Daniel sebagai Diaz, Arifin Putra sebagai Alam, Jeremie Tobing sebagai Paul, Lydia Kandou sebagai Ibu River, dan Willem Bevers sebagai Ayah River.
Featured image: Source poster film The Architecture of Love, 2024 @ikanatassa